BAB I
Pada Bab I ini
diuraikan 1) latar belakang, dan 2) rumusan masalah yang dipaparkan dibawah
ini.
A.
Latar
Belakang
Tiap organisme atau makhluk hidup
memiliki ukuran yang berbeda-beda. Semakin besar ukuran organism itu, maka sel
penyusunnya semakin banyak. Tubuh kita tersusun atas bermilyar-milyar sel. Dari penemuan tentang sel dan segala
aktivitasnya, lahirlah teori sel, bahwa sel merupakan kesatuan struktural,
kesatuan fungsional, kesatuan pertumbuhan, kesatuan hereditas, dan kesatuan
reproduksi makhluk hidup. Berdasarkan
struktur internalnya, sel dibedakan atas dua golongan yaitu prokariotik dan
eukariotik. Pada sel prokariotik, senyawa genetik terdapat dalam satu badan
inti atau badan sebelum inti yang tidak dikelilingi membran. Sedangkan pada sel
eukariotik yang terdapat dalam semua sel hewan dan tumbuhan, inti sel yang amat
kompleks dan telah jauh berkembang, dikelilingi oleh selubung inti yang terdiri
dari dua membran atau membran ganda yang berdekatan. Kedua membrane menyatu di
sekitar pori-pori inti yang berdiameter kira-kira 90 nm sehingga berbagai
senyawa antara inti sel dan sitoplasma terdapat pada berbagai organel antara
lain Retikulum Endoplasma (RE), Mitokondria, Lisosom, Ribosom dan Diktikosom
(Badan Golgi).
Dalam menjalankan fungsinya, sel dilengkapi dengan bagian-bagian sel yang
disebut dengan organel. Salah satu organel yang penting dalam sel adalah
mitokondria. Mitokondria merupakan organel yang berperan penting dan bertanggung jawab dalam respirasi
aerob, yakni pembentukan energy dalam bentuk ATP. Pembentukan ATP ini sendiri
terdiri dari beberapa tahap, yakni glikolisis, siklus Krebs, serta transpor elektron. Berdasarkan latar belakang inilah,
penulis membuat makalah ini yang mengenai karakteristik, struktur,
dan fungsi. Untuk mendeskripsikan lebih
jauh mengenai mitokondria.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian di atas maka rumusan masalah disajikan sebagai berikut.
1) Bagaimana
karakteristik dari mitokondria?
2) Bagaimana
struktur dari mitokondria?
3) Apa
saja fungsi dari mitokondria?
C.
Tujuan penulisan
1)
Menjelaskan karakteristik dari mitokondria
2)
Menjelaskan struktur dari mitokondria
3)
Menjelaskan fungsi dari mitokondria
BAB II
PEMBAHASAN
- Karakteristik Mitokondria
Mitokondria
pertama kali diisolasi dari sel otot serangga oleh Kolloicker
(1850). Kemudian Richard A. (1890) memberi nama bioblasm,
sedangkan nama mitokondria
diberikan oleh Benda
pada awal abad 20
dan digunakan hingga sekarang. Sejak awal abad 20 banyak dilakukan penelitian
terhadap mitokondria. Michaelis dan Kingbury (1912) menemukan bahwa pada
mitokondria berlangsung reaksi oksidasi-reduksi. Pada dekade tiga puluhan,
beberapa ahli biokimia antara lain Warburg, Keilin, Szent-Gyorgyl, Krebs, dan
Lehninger meneliti pola reaksi oksidasi-reduksi pada mitokondria, sedangkan
Loohman (1931) menyelidiki sintesis ATP pada mitokondria sel otot. Sejak tahun
1950 banyak dilakukan penelitian mengenai membran, mekanisme transport,
biogenesis, dan fosforilasi-oksidatif pada mitokondria.
Bentuk
mitokondria bervariasi tergantung jenis jaringan dan kondisi fisiologi
mitokondria, tetapi bentuk yang paling umum dijumpai adalah bentuk benang dan
granula sesuai dengan arti kata mitokondria (mitos=benang, chondrion=granula).[1]
Bentuk-bentuk yang lain misalnya bentuk bola, halter, raket, atau bentuk oval. Ukuran
mitokondria juga bervariasi tetapi rata-rata ukuran panjangnya maksimal 7µm, dan lebarnya 0,5µm.

Pada umumnya mitokondria tersebar acak di dalam sel dan cenderung
berkumpul di bagian sel yang sedang membelah, atau didekat membran sel yang
sedang melakukan endositosis, tetapi ada pula yang letaknya menurut pola
tertentu. Pada otot
lurik letak mitokondria tersusun teratur diantara serabut-serabut kontraktil
otot, sedangkan pada spermatozoa letaknya tersusun pada bagian ekornya.

Gambar 1.2 Mitondria pada otot lurik

Gambar 1.3 Mitokondria pada spermatozoa
Letak mitokondria yang demikian karena diperlukan sebagai
penghasil energi dalam menunjang fungsinya yaitu untuk kontraksi. Mitokondria
mempunyai sifat plastis,
karena itu bentuknya dapat
berubah-ubah. Sifat plastis terutama terdapat pada mitokondria yang letaknya tersebar bebas
dalam sitosol,
sedangkan mitokondria yang letaknya
tidak bebas, seperti pada otot lurik plastisitasnya menjadi berkurang.
Plastisitas dan gerakan mitokondria di dalam sel memudahkan distribusi ATP ke
seluruh bagian sel yang membutuhkan. Pada sel-sel hati yang fungsinya sebagai
tempat berbagai sintesis, maka mitokondria letaknya tersebar di dalam sitosol,
sedangkan pada otot lurik yang fungsinya sebagai alat kontraksi maka mitokondria
letaknya tersusun teratur diantara serabut-serabut kontraktil.
Jumlah mitokondria didalam sel bervariasi tergantung
jenis organisme, jenis sel, dan keadaan fisiologi sel. Variasi jumlah berkisar
antara satu sampai dengan ratusan ribu mitokondria per sel. Ada sel yang tidak
mempunyai mitokondria, tetapi ada pula yang mempunyai mitokondria banyak sekali
bahkan sampai ratusan ribu. Sejenis
alga tak berwarna yakni Leucothrix dan Vitreoscilla tidak mempunyai mitokondria,
spermatozoa tertentu dan
Flagella seperti chromulina mempunyai hanya satu mitokondria tiap-tiap selnya.
Sel-sel hati rata-rata
memiliki 800 mitokondria tiap selnya, sedangkan sel telur dari landak
laut dan Amoeba raksasa Chaos-chaos mempunyai mitokondria sampai 500.000 butir.[2]
Secara umum sel hewan mengandung lebih banyak mitokondria dari pada sel
tumbuhan, karena energi pada sel tumbuhan tidak hanya dihasilkan mitokondria
tetapi juga oleh kloroplas.
Mitokondria memiliki kelenturan yang tinggi sehingga
bentuknya dapat berubah-ubah dari waktu ke waktu, terutama mitokondria yang
letaknya acak di sitoplasma. Selain itu mitokondria juga dapat bergerak
(berpindah) dari satu tempat ke tempat yang lain didalam sel. Gerak selain
disebabkan oleh siklosis juga karena aktifitas memanjang dan memendek dari
mitokondria itu sendiri.
- Struktur Mitokondria

Gambar 1.4 Struktur Mitokondria
Mitokondria terlalu kecil untuk dapat dilihat dengan
mikroskop cahaya dengan jelas, karena itu mikrograf mitokondria yang lebih informatif dapat
diperoleh dengan mikroskop electron. Secara garis besar mitokondria terdiri dari dua bagian,
yaitu bagian selaput dan bagian matriks. Selaput atau membran mitokondria terdiri dari
dua lapis, yaitu selaput luar dan selaput dalam. Antara kedua selaput
tersebut terdapat ruang
antar selaput yang berisi bermacam-macam enzim antara lain enzim adenilat
kinase yang merupakan enzim penanda selaput luar lebih tipis dari pada selaput
dalam, tebalnya kurang lebih 6µm, sedangkan selaput dalam tebalnya 6-8µm.[3]
Membran dalam mempunyai permukaan yang lebih luas dari pada membran luar,
karena melipat-lipat dan menjorok ke dalam matriks membentuk tonjolan-tonjolan.
Tonjolan-tonjolan ini
disebut krista, yang bervariasi dalam hal jumlah dan bentuknya. Kedudukan krista di dalam
matriks bervariasi tergantung jenis selnya. Banyaknya krista didalam
mitokondria dipengaruhi oleh kondisi fisiologi sel. Sel yang tingkat
metabolismenya selalu tinggi (misalnya sel-sel sekretoris) susunan krista pada
mitokondria lebih rapat dibanding sel-sel yang aktivitas metabolismenya
tergolong biasa-biasa saja. Secara umum dapat dikatakan bahwa luas permukaan
krista berkaitan dengan efektifitas reaksi pembentukan energi yang berlangsung
didalam mitokondria.
Pada permukaan membran dalam yang menghadap matriks terdapat banyak sekali
zarah berbentuk bola yang disebut partikel F1. Bola-bola ini pertama
kali dikemukakan oleh Fernandez-Moran dalam tahun 1962.[4]
Bola-bola ini
diidentifikasi sebagai tempat utama proses fosforilasi oksidatif dan transpor
elektron, yang disebut oksisoma.
Kandungan
protein dan lemak pada selaput luar berbeda dengan selaput dalam. Kandungan
protein pada selaput luar lebih sedikit dibandingkan pada selaput dalam,
sebaliknya kandungan lemak pada selaput luar lebih banyak dibandingkan selaput
dalam, khususnya fosfolipid dan kolesterol. Dilain pihak selaput
dalam lebih banyak mengandung kardiopilin. Perbedaan kandungan protein dan lemak pada kedua
selaput menimbulkan perbedaan permeabilitas. Selaput luar permeable terhadap
molekul yang beratnya mencapai 5000 dalton. Sebaliknya selaput dalam permeable
terhadap molekul dengan berat antara 100-150 dalton.
Protein pada selaput mitokondria kebanyakan berupa enzim yang terlibat dalam
respirasi. Pada selaput luar sebagai enzim tanda ialah monoamine-oksidase,
sedangkan pada selaput dalam adalah sitokrom-oksidase atau
suksinat-dehidrogenase.
Komponen
utama pengisi matriks mitokondria
adalah air, yang
berfungsi sebagai medium
reaksi kimia. Selain itu juga
terdapat protein
yang sebagian besar
adalah enzim-enzim yang
terlibat dalam reaksi siklus krebs, oksidasi-fosforilasi, dan transport elektron.
Sebagai enzim penanda pada matriks adalah malat-dehidrogenase. Didalam matriks
juga ditemukan granula-granula fosfolipid , ribosom, dan DNA-mitokondria
(mtDNA).
MtDNA
ada yang berbentuk sirkuler
, misalnya pada hewan
(dari cacing pipih sampai dengan manusia), tumbuhan tinggi, fungi (Saccharomyses), protozoa (Plasmodium, Acanthamoeba). mtDNA berbentuk linier ditemukan
pada Paramecium dan Tetrahymena. Banyaknya copy mtDNA antara
2-6 copy. Fungsi mtDNA adalah untuk transkripsi ARNt, ARNr, ARNd untuk tranlasi
beberapa protein enzim. Ribosom mitokondria berukuran 50-60S. adanya DNA dan
ribosom didalam matriks mitokondria menyebabkan organel ini dapat mensintesis
sendiri kebutuhan proteinnya. Walaupun demikian organel ini masih bersifat semi otonom, artinya belum semua protein
yang diperlukan dapat disintesis sendiri.[5]
Ada beberapa protein (protein ribosom, faktor-faktor translasi, enzim AND dan
ARN polymerase, serta enzim aminoasil-tRNA sintetase) yang pembentukannya
dikendalikan DNA inti.
Berbagai jenis enzim terdapat di dalam mitokondria,
dengan lokasi tertentu.
Membran luar berisi enzim-enzim monoamin oksidase, asam lemak tokinase,
kinurenin hidroksilase, rotenone-insensitif sitokrom c reduktase. Ruang antar
membran berisi enzim-enzim adenilat kinase, nukleosid difosfokinase. Membran
dalam berisi enzim-enzim rantai respirase, enzim-enzim untuk sintesis ATP, asam
α-keto dehidrogenase, suksinat dehidrogenase, D-β-hidroksibutirat
dehidrogenase, asam lemak karnitin transferase. Matriks mengandung enzim-enzim
komplek piruvat dehidrogenase, sitrat sintase, isositrat dehidrogenase,
fumarase, malat dehidrogenase, akonitase, glutamat dehidrogenase, dan
enzim-enzim untuk oksidase asam lemak.
Dari beberapa enzim yang terdapat pada membran luar, monoamin oksidase merupakan enzim tanda
bagi membran luar.[6]
Monoamin oksidase mengandung flavin,
asam sialat, dan heksoamin. Enzim ini
mempunyai berat molekul sampai 115.000
dalton.
Matriks mitokondria berisi enzim-enzim untuk reaksi
daur kreb dan berkenaan dengan sintesis protein maupun asam inti. Semua enzim
yamg terlibat dalam daur kreb merupakan enzim yang bebas di dalam matriks,
kecuali suksinat dehidrogenase yang merupakan komponen protein membran dalam.
- Fungsi Mitokondria
Peranan mitokondria adalah sebagai organel penghasil
energi (ATP). Proses pembentukan ATP di dalam mitokondria merupakan rangkaian
beberapa reaksi biokimia yang terjadi didalam sel.
Glikolisis
Pada reaksi yang terjadi di sitoplasma ini, glukosa diubah menjadi
asam piruvat,
sedangkan lemak
diubah menjadi asam
lemak.[7]
Dalam hidrolisis ini terjadi dalam beberapa tahap dan tiap-tiap tahap
memerlukan enzim khusus. Glikolisis
terjadi di sitosol
dalam suasana yang anaerob.
Selama glikolisis, glukosa
dipecah menjadi dua
molekul asam piruvat dan menghasilkan dua molekul ATP dan 1 molekul NADH + H+. Karena
dari satu molekul glukosa tadi dihasilkan dua molekul asam piruvat, maka untuk
selanjutnya yang dioksidasi juga dua molekul.[8]
Demikian juga dua molekul ATP dan satu molekul NADH + H+ yang
diperoleh itu harus dkalikan dua juga, sehingga hasil itu menjadi 4 ATP dan 2NADH + H+.
Asam piruvat pada sel-sel
anaerob atau pada sel-sel
otot akan diubah menjadi etil
alkohol atau asam
laktat, sedangkan pada sel-sel
yang aerob akan masuk ke dalam mitokondria untuk
dioksidasi lebih lanjut.
Secara singkat tahapan
glikolisis adalah sebagai berikut.
Fosforilasi
Glukosa
Tahap pertama adalah fosforilasi glukosa (penambahan gugus fosfat).
Reaksi ini dimungkinkan oleh heksokinase
enzim, yang memisahkan satu kelompok fosfat dari ATP
(Adenosine Triphsophate) dan menambahkannya ke glukosa,
mengubahnya menjadi glukosa
6-fosfat. Dalam proses satu ATP molekul digunakan dan akan
ditransformasikan ke ADP (Adenosin difosfat), karena pemisahan satu kelompok
fosfat. Reaksi keseluruhan dapat diringkas sebagai berikut.
Glukosa
(C6H12O6) + ATP heksokinase → Glukosa 6-Fosfat
(C6H11O6P1) + ADP
Produksi
Fruktosa-6 Fosfat
Tahap kedua adalah produksi fruktosa 6-fosfat. Hal ini dimungkinkan
oleh aksi dari enzim phosphoglucoisomerase. Glukosa 6-fosfat dan berubah
menjadi fruktosa 6-fosfat yang merupakan isomer nya.
Glukosa
6-Fosfat (C6H11O6P1) +
Phosphoglucoisomerase (Enzim) → Fruktosa 6-Fosfat (C6H11O6P1)
1) Produksi
Fruktosa 1, 6-difosfat
Pada tahap
berikutnya, Fruktosa isomer 6-fosfat diubah menjadi fruktosa 1, 6-difosfat dengan
penambahan kelompok fosfat. Konversi ini dimungkinkan oleh fosfofruktokinase
enzim yang memanfaatkan satu molekul ATP lebih dalam proses.
Fruktosa 6-fosfat (C6H11O6P1)
+ fosfofruktokinase (Enzim) + ATP → Fruktosa 1, 6-difosfat (C6H10O6P2)
2) Pemecahan
Fruktosa 1, 6-difosfat
Pada tahap keempat, adolase enzim
membawa pemisahan Fruktosa 1, 6-difosfat menjadi dua molekul gula yang berbeda
yang keduanya isomer satu sama lain. Kedua gula yang terbentuk adalah
gliseraldehida fosfat dan fosfat dihidroksiaseton.
Fruktosa 1, 6-difosfat (C6H10O6P2)
+ Aldolase (Enzim) → gliseraldehida fosfat (C3H5O3P1)
+ Dihydroxyacetone fosfat (C3H5O3P1)
3) Interkonversi
Dua Glukosa
Fosfat dihidroksiaseton adalah
molekul hidup pendek. Secepat itu dibuat, itu akan diubah menjadi fosfat
gliseraldehida oleh enzim yang disebut fosfat triose. Jadi dalam totalitas,
tahap keempat dan kelima dari glikolisis menghasilkan dua molekul
gliseraldehida fosfat.
Dihidroksiaseton fosfat (C3H5O3P1)
+ Triose Fosfat → gliseraldehida fosfat (C3H5O3P1)
4) Pembentukan
NADH & 1,3-Diphoshoglyceric
Tahap keenam melibatkan dua reaksi
penting. Pertama adalah pembentukan NADH dari NAD + (nicotinamide adenin
dinukleotida) dengan menggunakan enzim dehydrogenase fosfat triose dan kedua
adalah penciptaan 1,3-diphoshoglyceric asam dari dua molekul gliseraldehida
fosfat yang dihasilkan pada tahap sebelumnya. Reaksi keduanya adalah sebagai
berikut.
Fosfat dehidrogenase Triose (Enzim) + 2 NAD+
+ 2H-→ 2NADH (Reduced nicotinamide adenine dinucleotide) + 2H+
Triose fosfat dehidrogenase gliseraldehida fosfat +
2 (C3H5O3P1) + 2P (dari sitoplasma)
→ 2 molekul asam 1,3-diphoshoglyceric (C3H4O4P2)
5) Produksi ATP & 3-fosfogliserat Asam
Tahap ketujuh melibatkan penciptaan
2 molekul ATP bersama dengan dua molekul 3-fosfogliserat asam dari reaksi
phosphoglycerokinase pada dua molekul produk 1,3-diphoshoglyceric asam,
dihasilkan dari tahap sebelumnya.
2 molekul asam 1,3-diphoshoglyceric (C3H4O4P2)
+ 2ADP phosphoglycerokinase → 2 molekul 3-fosfogliserat acid (C3H5O4P1)
+ 2ATP (Adenosine Triphosphate)
6) Relokasi
Atom Fosfor
Tahap delapan adalah reaksi
penataan ulang sangat halus yang melibatkan relokasi dari atom fosfor dalam
3-fosfogliserat asam dari karbon ketiga dalam rantai untuk karbon kedua dan
menciptakan 2 - asam fosfogliserat.
2 molekul 3-fosfogliserat acid (C3H5O4P1)
+ phosphoglyceromutase (enzim) → 2 molekul asam 2-fosfogliserat (C3H5O4P1)
7) Penghapusan
Air
Enolase enzim datang dan
menghilangkan sebuah molekul air dari 2-fosfogliserat acid untuk membentuk asam
yang lain yang disebut asam phosphoenolpyruvic (PEP). Reaksi ini mengubah kedua
molekul 2-fosfogliserat asam yang terbentuk pada tahap sebelumnya.
2 molekul asam 2-fosfogliserat (C3H5O4P1)
+ enolase (enzim) → 2 molekul asam phosphoenolpyruvic (PEP) (C3H3O3P1)
+ 2H2O
8) Pembentukan Asam piruvat & ATP
Tahap ini melibatkan penciptaan dua
molekul ATP bersama dengan dua molekul asam piruvat dari aksi kinase piruvat
enzim pada dua molekul asam phosphoenolpyruvic dihasilkan pada tahap
sebelumnya. Hal ini dimungkinkan oleh transfer dari atom fosfor dari asam
phosphoenolpyruvic (PEP) untuk ADP (Adenosin trifosfat).
2 molekul asam phosphoenolpyruvic (PEP) (C3H3O3P1)
+ 2ADP kinase piruvat (Enzim) → 2ATP + 2 molekul asam piruvat.

Gambar 1.5 Proses Glikolisis
a) Siklus
Kreb (Siklus Asam Sitrat/Siklus Trikaboksilat)
Dalam mitokondria asam piruvat akan diubah menjadi asetil KoA. Reaksi ini
disebut dekarboksilasi oksidatif karena terjadi oksidasi dan kehilangan gugusan
karboksil menjadi CO2.[9]
Dekarboksilasi oksidatif
memerlukan tiga komplek enzim yaitu asam piruvat dekarboksilase, dihidroksilipoil transasetilase, dan dehidrokslipoil dehidrogenase. Sedangkan kovaktor enzim yang
terlibat adalah KoA,
NAD, asam lipoat, Mg2+, dan timin pirifosfat.

Gambar 1.6 Dekarboksilasi oksidatif
Tahap-tahap dalam
dekarboksilasi oksidatif adalah sebagai berikut.
1) Gugus
karboksilat (-COO)
akan lepas dari asam piruvat menjadi CO2.
2) Sisa
dua atom karbon dari piruvat dalam bentuk CH3COO- akan mentransfer
kelebihan elektronnya pada molekul NAD+ sehingga terbentuk NADH, dan molekul
dua atom karbon tersebut berubah menjadi asetat.
3) Pada
akhirnya koenzim-A (ko-A) akan diikatkan pada asetat sehingga membentuk asetil
koenzim-A (asetil ko-A).
Hasil dari dekarboksilasi oksidatif adalah molekul
asetil KoA, NADH, dan CO2. Satu molekul glukosa akan diubah menjadi
dua molekul asam piruvat dalam glikolisis, artinya proses dekarboksilasi
oksidatif untuk untuk satu molekul glukosa akan menghasilkan 2 molekul asetil
ko-A, 2 NADH, dan 2 CO2.
Asam piruvat
dan asam lemak yang telah diubah menjadi asetil KoA yang dihasilkan dalam tahap
dekarboksilasi oksidatif selanjutnya masuk ke dalam reaksi siklus kreb dengan
hasil elektron, ATP dan CO2 (yang akan dikeluarkan dari mitokondria).
Reaksi ini terjadi di dalam mitokondria tepatnya di matrik mitokondria.
Reaksi-reaksi ini memerlukan sejumlah enzim dan koenzim. Daur kreb dimulai
dengan dilepaskannya gugusan asetil dari
asetil KoA dan bereaksi dengan oksaloasetat membentuk asam sitrat, dan
seterusnya hingga siklus berulang.

Gambar 1.7 Siklus Krebs
Tahap-tahap
dalam siklus krebs adalah sebagai berikut.
1) Asetil KoA akan berikatan dengan
oksaloasetat membentuk sitrat, reaksi ini dikatalisis enzim sitrat
sintase.
2) Sitrat akan diubah menjadi isositrat
oleh enzim akonitase.
3) Isositrat akan diubah menjadi
alfa-ketoglutarat oleh ezim isositrat dehidrogenase. Dalam reaksi ini
dilepaskan molekul CO2 dan dihasilkan NADH.
4) Alfa-ketoglutarat akan diubah
menjadi suksinil ko-A oleh enzim alfa ketoglutarat dehidrogenase. Dalam reaksi
ini akan dilepaskan CO2 dan dihasilkan NADH.
5) Suksinil ko-A akan diubah menjadi
suksinat oleh enzim suksinil ko-A sintetase. Pada reaksi ini akan dihasilkan
GTP yang kemudian dapat berubah menjadi ATP.
6) Suksinat akan diubah menjadi fumarat
oleh enzim suksinat dehidrogenase. Pada reaksi ini akan dihasilkan FADH2.
7) Fumarat akan diubah menjadi malat
oleh enzim fumarase.
8) Malat akan diubah menjadi
oksaloasetat oleh enzim malat dehidrogenase. Pada tahap ini juga dihasilkan
NADH.
Satu
molekul asetil KoA yang masuk siklus krebs akan menghasilkan 1 ATP, 3 NADH, 1
FADH2 dan 2 CO2. Karena satu molekul glukosa akan diubah
menjadi dua asetil ko-A, maka satu molekul glukosa yang menjalani siklus krebs
akan menghasilkan 2 ATP, 6 NADH, 2 FADH2, dan 4 CO2. Molekul
NADH dan FADH2 nantinya akan masuk transfer elektron untuk
menghasilkan ATP. Satu molekul NADH akan diproses untuk menghasilkan 3 ATP,
sedangkan satu molekul FADH2 akan menghasilkan 2 ATP.
b) Transport
Elektron (Fosforilasi Oksidatif)
Elektron yang dihasilkan dari siklus kreb akan
ditangkap oleh beberapa molekul karier electron (NAD, FAD, dsb) secara
berangkai di sepanjang permukaan membrane dalam mitokondria.[10]
Proses fosforilasi oksidatif terjadi di membran dalam mitokondria (krista).
Pada tahap inilah oksigen seluler akan di pakai. Oksigen ini akan bergabung
dengan elektron berenergi tinggi yang di bawa oleh NADH dan FADH2 untuk
membentuk H2O melalui suatu rantai respiratori.[11]
Energi ini juga akan digunakan menggerakkan pembentukan ATP dari ADP + P1
dengan bantuan enzim ATP sintase yang terdapat pada membran dalam mitokondria.
Oleh karena itulah proses ini disebut sebagai proses fosforilasi oksidatif.
Mekanisme yang tejadi adalah mekanisme kopling kemiosmotik. Dalam mekanisme kopling
kemiosmotik intermediat kimia berenergi tinggi ditukarkan melalui suatu rangakaian
proses antara proses kimia dengan proses transpor. Rantai respirasi disebut
pula rantai pernafasan atau rantai transfer elektron. Seperti telah disebutkan
didepan bahwa hasil oksidasi molekul asetil KoA adalah satu molekul FAH2,
3 molekul NADH + H+, dan satu molekul ATP, yang masing-masing
dikalikan dua. Hal ini karena dari satu molekul glukosa yang dioksidasi akan
dipecah menjadi dua molekul asam piruvat dan masing-masing asam piruvat akan
menghasilkan satu molekul asetil KoA sehingga yang masuk ke siklus kreb pun dua
molekul asetil KoA.
Enzim-enzim dan koenzim yang terlibat adalah NADH
dehidrogenase yang berupa FMN flavoprotein, suksinat dehidrogenase, sitokrom b,
ubiquinon atau koenzim Q, stokrom c1, sitokrom c, sitokrom a, dan
tiga buah lokasi tempat terjadinya ATP
pada partikel F1.

Gambar 1.8 Transfer Elektron
Tahapan transfer elektron adalah sebagai berikut.
1) NADH akan melepaskan elektronnya (e-)
kepada komplek protein I. Peristiwa ini membebaskan energi yang memicu
dipompanya H+ dari matriks mitokondria menuju ruang antar
membran. NADH yang telah kehilangan elektron akan berubah menjadi NAD+.
2) Elektron akan diteruskan kepada ubiquinone
(koenzim).
3) Kemudian elektron diteruskan pada
komplek protein III. Hal ini akan memicu dipompanya H+ keluar menuju
ruang antar membran.
4) Elektron akan diteruskan kepada
sitokrom c.
5) Elektron akan diteruskan kepada
komplek protein IV. Hal ini juga akan memicu dipompanya H+ keluar
menuju ruang antar membran.
6) Elektron kemudian akan diterima oleh
molekul oksigen, yang kemudian berikatan dengan 2 ion H+ membentuk
H2O.
7) Bila dihitung, transfer elektron
dari bermacam-macam protein tadi memicu dipompanya 3 H+ keluar
menuju ruang antar membran. H+ atau proton tersebut akan
kembali menuju matriks mitokondria melalui enzim yang disebut ATP sintase.
8) Lewatnya H+ pada
ATP sintase akan memicu enzim tersebut membentuk ATP secara bersamaan. Karena
terdapat 3 H+ yang masuk kembali ke dalam matriks, maka
terbentuklah 3 molekul ATP.
9) Proses pembentukan ATP oleh enzim
ATP sintase tersebut dinamakan dengan kemiosmosis.
a)
Hasil bersih ATP
Stryer mengemukakan bahwa hasil oksidasi satu
molekul NADH menghasilkan 3 molekul ATP, sedangkan hasiloksidasi satu molekul
FADh2 adalah 2 molekul ATP. Sekarang mari kita kaji bersama berapa
ATP yang dihasilkan dari sebuah molekul glukosa yang dioksidasi di dalam sel,
dari glikolisis sampai rantai respirasi.
(1).
Glikolisis, dihasilkan

2 ATP = 2 X 2 X 1 ATP = 4 ATP

Dipakai = 2
ATP
Hasil bersih ATP glikolisis = 8 ATP
(2).
Dekarboksilasi oksidatif, dihasilkan
1 NADH + H+ = 1 X 2 X 3 ATP = 6
ATP
(3). Siklus
Kreb, dihasilkan
3 NADH + H+ = 3 X 2 X 3 ATP = 18 ATP

1 ATP
= 1 X 2 X 1 ATP =
2 ATP
JUMLAH = 30
ATP
Jadi hasil bersih ATP dalam respirasi dari 1 molekul
glukosa adalah 38 ATP.
b)
Pengangkutan NADH + H+ sitosol
Yang dimaksud
NADH + H+ sitosol adalah NADH + H+ yang dihasilkan dalam
glikolisis. Molekul ini menjadi masalah kalau harus diangkut ke dalam matrik
mitokondria untuk dioksidasi, sebab membran dalam mitokondria impermeable
terhadap molekul ini.[12]
Oleh sebab itu kalau memang harus dioksidasi untuk menghasilkan ATP, maka harus
diangkut dengan mekanisme khusus dengan menggunakan shuttle (pengemban).
Dinyatakan oleh Stryer bahwa NADH + H+ akan diangkut ke mitokondria
hanya apabila rasio NADH/NAD+ lebih tinggi di sitosol daripada di
matriks mitokondria. Ada dua pengemban yang berperan dalam pengangkutan NADH +
H+ sitosol ini yaitu Gliserol
fosfat dan pengemban malat-aspartat.
Menurut Stryer
sel-sel hati dan jantung menggunakan pengemban malat-aspartat dalam
pengangkutan NADH + H+ ini, sedangkan sel-sel lainnya menggunakan
pengemban gliserof fosfat. Dua pengemban tersebut berbeda dalam hal reseptor
(penerima) H+ yang terdapat di membran dalam mitokondria. Pada
pengemban gliserol fosfat, penerima H+ di membran dalam mitokondria
adalah FAD, sehingga dari sitosol berupa NADH + H+, sesampainya di
matriks mitokondria berupa FADH2. Hal inilah yang menyebabkan
perbedaan hasil bersih ATP dalam respirasi, karena antara NADH + H+
dan FADH2 akan menghasilkan ATP yang berbeda bila keduanya
dioksidasi. Sedangkan untuk pengemban yang kedua yaitu pengemban
malat-aspartat, tidak menimbulkan perbedaan hasil bersih ATP dalam respirasi
karena antara molekul yang diangkut dari sitosol dan molekul yang sampai di
matrik mitokondria tidak mengalami perubahan yakni tetap NADH + H+.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Mitokondria pertama kali diisolasi dari sel otot
serangga oleh Kolloicker (1850). Kemudian Richard A. (1890) memberi nama bioblasm, sedangkan nama mitokondria
diberikan oleh Benda pada awal abad 20 dan digunakan hingga sekarang. Bentuk
mitokondria bervariasi tergantung jenis jaringan dan kondisi fisiologi
mitokondria, tetapi bentuk yang paling umum dijumpai adalah bentuk benang dan
granula sesuai dengan arti kata mitokondria (mitos=benang, chondrion=granula).
Bentuk-bentuk yang lain misalnya bentuk bola, halter, raket, atau bentuk oval. Pada
umumnya mitokondria tersebar acak di dalam sel dan cenderung berkumpul di
bagian sel yang sedang membelah, atau didekat membran sel yang sedang melakukan
endositosis.
Mitokondria terlalu kecil untuk dapat dilihat dengan
mikroskop cahaya dengan jelas, karena itu mikrograf mitokondria yang lebih
informatif dapat diperoleh dengan mikroskop electron. Secara garis besar
mitokondria terdiri dari dua bagian, yaitu bagian selaput dan bagian matriks.
Selaput atau membran mitokondria terdiri dari dua lapis, yaitu selaput luar dan
selaput dalam. Antara kedua selaput tersebut terdapat ruang antar selaput yang
berisi bermacam-macam enzim.
Peranan mitokondria adalah sebagai organel penghasil
energi (ATP). Proses pembentukan ATP di dalam mitokondria merupakan rangkaian
beberapa reaksi biokimia yang terjadi didalam sel. Proses yang terjadi di
mitokondria meliputi Glikolisis, Siklus Kreb (Siklus Asam Sitrat/Siklus
Trikaboksilat), dan Transport Elektron (Fosforilasi Oksidatif).
[11] Lucia Maria Santoso &
Didi Jaya Santri, Biologi Molekuler Sel,
(Jakarta: Salemba Teknika, 2015), hlm. 114
Tidak ada komentar:
Posting Komentar