MAKALAH
Untuk memenuhi salah satu tugas
matakuliah Biologi Sel
yang dibimbing oleh Haslinda Yusti A.,S.Si.,M.Pd
![]() |
oleh
Ula Uyun
Fuaza (172081530xx)
Ahmad
Khoirofi Arozak (17208153061)
Anisa Fajar Kumala Wardani (17208153064)
JURUSAN
TADRIS BIOLOGI
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
September 2016
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang pantas pertama kali
diucapan selain ucapan syukur kepada ALLAH SWT dengan ucapan Alhamdulillahirrabil’aalamin yang mana
kita telah diberi nikmat yang luar biasa dan dengan petunjuknya sehingga kita dapat menyelesaikan makalah tepat dengan waktunya. Shalawat serta
salam tidak lupa kami ucapkan kepada baginda nabi Muhammad SAW. serta para keluarga, sahabat,
tabi’in dan para pengikutnya dan dengan itu kita selalu menantikan syafa’atnya
kelak di hari pembalasan.
Pada kesempatan yang sangat baik ini
kami menyusun sebuah makalah yang berjudul “Lisosom dan Peroksisom”. Sebelumnya kami mengucapkan terimakasih kepada.
1.
Rektor IAIN Tulungagung Dr. Maftukhin, M.Pd yang telah
memberikan kesempatan kepada kami untuk belajar di kampus tercinta ini.
2.
Dosen matakuliah Biologi Sel Ibu Haslinda Yusti yang
telah memberikan kepercayaan kepada kami untuk menyusun makalah ini.
3.
Teman-teman yang ikut membantu dalam pembuatan makalah
ini. Dengan amanat itu kami akan memberikan hasil yang terbaik untuk makalah
ini.
Penyusun
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penyusun sangat
mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak untuk mengevaluasi makalah ini. Penyusun
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semuanya.
Tulungagung, 24 September
2016
Tim penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 2
C. Tujuan............................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Struktur lisosom............................................................................. 3
B.
Fungsi lisosom .............................................................................. 7
D.
Autoimun....................................................................................... 13
E.
Struktur peroksisom....................................................................... 15
F.
Fungsi peroksisom......................................................................... 16
G.
Biosintesis yang terjadi dalam peroksisom.................................... 21
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Ketika mempelajari RE dan aparatus golgi, telah
dikenal adanya vesikuli-vesikuli yang berfungsi untuk mengangkut senyawa-senyawa
hasil biosintesis RE untuk disekresikan maupun ditimbulkan. Beberapa
vesikuli tersebut mengangkut enzim-enzim yang antara lain berperan untuk proses
metabolisme sel. Pada tahun 1950 de Duve dan
kawan-kawannya sedang intensif mempelajari enzim-enzim yang berperan dalam
metabolisme karbohidrat.
Salah satu enzimya
adalah asam fosfatease. Diketahui bahwa didalam sitoplasma terdapat zat yag
mengadung enzim tersebut, sehingga dapat diupayakan untuk dapat mengisolasi
zarah tersebut dalamkeadaan utuh. Novikoff pada tahun 1955 dengan menggunakan
mikroskop electron menemukan adanya zarah yang banyak mengandung asam
fosfatase.
Hasil penelitian
menunjukan bahwa enzim dalam zara tersebut akan paling aktif jika isolatnya
dibuat dengan air suling disbanding isolatnya dibuat dari isolatonis misalnya
dengan sukrosa, Sehingga zarah tersebut mengandung enzim hidrolik. Zarah
yang mengandung enzim hidrolik ini kemudian ditentukan sebagai organela baru
dan diberi nama lisosom. Karena enzim yang banyak terdapat di lisosom adalah
asam fosfatase, maka enzim ini dijadikan sebagai enzim penanda
lisosom.
Dalam memonitor kerja
enzim urat oksidase yang terdapat pada lisosom, de Duve (Kleinsmith dan Kish,
1988) mempergunakan ginjal tikus dan dia mendapatkan bahwa enzim urat oksidase
tidak hanya dihasilkan oleh lisosom semata, melainkan diproduksi juga oleh sel
lainnya yang selama ini belum diketahui strutur dan fungsinya.
Selain menghasilkan
enzim urat oksidase, organel yang tak dikenaal ini juga menghasilkan enzim
D-asam amino oksidase, katalase serta enzim-enzim lainnya, dimana fungsi utama
dari enzim-enzim yang dihasilkan oleh organel itu berhubungan dengan
metabolisme (pembentukan serta penguraian) hidrogen peroksida (H2O2).
Akhirnya berdasarkan hal tersebut organel yang tak dikenal tersebut dinamakan
dengan peroksisom.
Dalam makalah ini akan
dipelajari tentang lisosom dan peroksisom serta sejarah ditemukannya lisosom
dan peroksisom, berbagai fungsinya, proses pembentukan lisosom dan peroksisom
dan macam-macamnya. Setelah mempelajari makalah ini diharapkan para pembaca
mengerti bagai mana prosess pembentukan lisosom
dan peroksisom juga fungsi lisosom dan peroksisom, mekaisme kerja lisosom , dan
mengerti mekanisme fogositosis yang dilakukan oleh lisosom.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana struktur lisosom yang terdapat di dalam sel
?
2. Bagaimana fungsi lisosom terhadap sel ?
3. Bagaimana biosintesis yang terjadi di dalam lisosom ?
4. Apakah yang dimaksud dengan autoimun ?
5. Bagaimana struktur peroksisom yang terdapat di dalam
sel ?
6. Bagaimana fungsi peroksisom terhadap sel ?
7. Bagaimana biogenesis yang terjadi di dalam peroksisom
?
C. Tujuan
1. Menjelaskan struktur lisosom yang terdapat di dalam
sel.
2. Menjelaskan fungsi lisosom terhadap sel.
3. Menjelaskan biosintesis yang terjadi di dalam lisosom.
4. Menjelaskan definisi autoimun.
5. Menjelaskan struktur peroksisom yang terdapat di dalam
sel.
6. Menjelaskan fungsi peroksisom terhadap sel.
7. Menjelaskan biogenesis yang terjadi di dalam
peroksisom.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Struktur
Lisosom
Lisosom ditemukan secara kebetulan oleh De Duve pada
tahun 1949 sewaktu mempelajari enzim fosfatase asam dari serpihan sel-sel hati.
De Duve menemukan kenyataan bahwa aktivitas anzim tersebut adalah isolate yang
dibuat dengan air suling, lebih tinggi daripada aktivitas enzim dalam isolate
yang masih baru, dan enzim tersebut tidak lagi berada dalam zarah yang
mengendap. Penemuan enzim hidrolitik lain juga menunjukkan sifat yang sama.
Zarah yang mengandung enzim hidrolitik tersebut dinamakan Lisosom. [1]
Lisosom
merupakan suatu organel berbentuk
kantung bermembran yang berisi enzim dan
berfungsi untuk mengontrol pencernaan makromolekul intraseluler. Selama masih terbungkus membrane, enzim hidrolitik
bersifat stabil. Sebagai organel, lisosom dilindungi oleh
membran yang berstruktur seperti membran plasma. Tebal membran lisosom adalah 9
nm. Sifat fisik utama
membrane ini adalah mempunyai kemampuan berfusi dengan struktur membrane sel
yang lain maupun membran semua jenis organel.[2]

Gambar
2.1 Anatomi Lisosom dalam
(http://www.biomagz.com/2015/08/fungsi-dan-struktur-lisosom-badan-golgi.html)
Enzim-enzim
dalam Lisosom
Enzim
yang terkandung dalam lisosom berbagai macam. Kalau dikelompokkan terdapat
enzim yang masuk dalam kelompok fosfatase, nuclease, hydrolase, protease, dan
enzim pemecah lipid. Dari kesemua enzim tersebut, fosfatase adalah yang
terbanyak. Substratnya sebagian besar ester dan lisosomnya sendiri berasal dari
jaringan-jaringan hewan, tumbuhan maupun Protista. Enzim fosfate yang lain
adalah monofosfat dan fosfodiesterase asam yang substratnya oligonukleotida dan
diester fosfat. Sedangkan asal lisosomnya adalah sama dengan fosfate asam yaitu
jaringan hewan, tumbuhan maupun Protista.
Enzim
yang tergolong dalam nuclease adalah RNA ase substratnya RNA, dan DNA ase
substratnya DNA. Asal lisosom keduanya sama yaitu berasal dari jaringan hewan,
tumbuhan dan Protista. Enzim hydrolase terdiri dari :
1. b-galaktosidase substratnya galaktosida asal lisosomnya
adalah jaringan hewan, tumbahan dan Protista.
2. a-galaktosidase substratnya glikogen
3. a-manosidase substratnya manosida
4. b-glukoronidase substranya polisakarida dan
mukopolisakarida.
Ketiga
enzim terakhir ini asal lisosomnya adalah jaringan hewan. Yang masih termasuk
dalam kelompok enzim hydrolase lisosom adalah lisosime substratnya dinding
bakteri dan mukopolisakarida asal lisosomnya ginjal. Kemudian hialurinidase
substratnya asam hialuronat dan kondroitin sulfat, lisosomnya dari hati. Dan
yang terakhir adalah arilsulfatase substratnya sulfat-sulfat organic. Asal
lisosomnya hati dan tumbuhan. Yang termasuk dalam kelompok protease adalah
enzim katepsin substratnya protein, asal lisosomnya adalah sel hewan.
Berikutnya adalah enzim kolagenase, substratnya kolagen, asal lisosomnya sel
tulang. Enzim terakhir dalam kelompok protease adalah peptidase, substratnya
peptide, asal lisosomnya adalah jaringan hewan, tumbuhan dan Protista
Kelompok
enzim terakhir yang terdapat dalam lisosom adalah enzim-enzim perombak lipid
yang terdiri dari esterase dengan substratnya ester asam lemak, asal lisosomnya
jaringan hewan, tunbuhan dan Protista. Dan enzim fosfolipase dengan substratnya
fosfolipid, lisosomnya diduga berasal dari jaringan tumbuhan.[3]
Enzim
lisosom memiliki pH optimum yang bersifat asam, yaitu sekitar 5. Supaya
efesiensi atau fungsi aktivitas enzim lisosom dapat terjaga, pH di dalam
lisosom harus lebih rendah daripada pH sitosol. Hal ini memberikan perlindungan
terhadap sel. Jika sitosol memiliki pH 7,2 lisosom utuh tidak akan
menghancurkan sel, kecuali sitosol menjadi asam. Hidrogen–ATP (pompa H+)
terdapat dalam membran lisosom untuk mengasamkan lingkungan sebelum proses
lisis, yakni dengan cara memompakan H+ ke dalam lisosom sehingga mempertahankan
lumennya pada pH yang dibutuhkan.[4]
![]() |
Gambar 2.2 Asam Hidrolase pada Lisosom
Sekitar
40-50 jenis enzim hidrolitik berasosiasi dengan lisosom, termasuk protease, nuklease, glikosidase,
lipase, fosfolipase,
fosfatase, sulfatase, dan lain-lain. Namun, tidak ada satu pun jenis sel yang
mempunyai lisosom dengan 50 jenis enzim. Dalam satu lisosom, umumnya mengandung
dua sampai empat jenis enzim. Sifat umum enzim lisosom adalah hidrolase asam
yang memecah, melisis, menghancurkan, mencerna, mendegradasi suatu jenis
substrat, senyawa, materi dengan cara menambahkan air dalam lingkungan asam.
Senyawa yang dihancurkan meliputi kelompok polinukleotida, protein, lipid,
fosfolipid, karbohidrat, sulfat, dan fosfat.
Enzim
lisosom bersifat laten dan dikenal dengan istilah model kelatenan enzim
lisosom. Apabila lisosom dalam keadaan utuh atau materi yang akan dilisis belum
berfusi dengan lisosom, enzim-enzimnya tidak menghancurkan (tidak berfungsi).[5]
Jenis-jenis Lisosom
Lisosom adalah organel yang polimorfik,
artinya mempunyai bentuk dan ukuran yang bervariasi. Heterogenitas ini
menunjukkan bahwa lisosom merupakan organel yang sangat dinamis. Terdapat empat
macam bentuk lisosom yaitu satu macam lisosom primer dan tiga macam lisosom
sekunder.
a)
Lisosom yang pertama dibentuk oleh sel dan belum terlibat dalam aktivitas
pencernaan sel disebut lisosom primer. Lisosom primer memproduksi enzim-enzim yang belum aktif. Fungsinya
adalah sebagai vakuola makanan. Lisosom primer pada umumnya adalah vesikuli
yang berbalutkan protein yang disebut klatrin. Klatrin akan lepas begitu
vesikuli juga lepas.
b)
Lisosom sekunder adalah lisosom yang terlibat dalam kegiatan mencerna.
Ia berfungsi sebagai autofagosom. Dengan demikian, lisosom sekunder telah terlibat dalam aktivitas pencernaan
sel dan di dalam lumennya terdapat substrat dan enzim-enzim hidrolitik. Macam-macam lisosom
sekunder :
Ø Heterolisosom atau vakuola pencerna adalah fusi antara
lisosom primer dengan materi yang berasal dari luar sel, dapat berupa endosome
atau fagosom. Endosom adalah materi asing yang bukan makhluk hidup
(mikroorganisme), dikenali oleh reseptor membran sel dan kemudian masuk ke
dalam sel. Fagosom adalah materi asing berupa mikroorganisme yang masuk ke
dalam sel secara fagositosis.
Ø Autolisosom atau vakuola autofagi adalah fusi antara lisosom primer dengan
materi yang berasal dari dalam sel (berupa organel sel) dan disebut sitolisosom
(autofagosom).
Setelah
proses pencernaan atau lisis di dalam lisosom sekunder selesai, masih ada
materi sederhana atau monomer yang dihasilkan, misalnya berupa nukleotida, asam
amino, asam lemak, monosakarida, maupun mineral yang akan digunakan kembali
oleh sel tersebut. Materi yang tidak dapat digunakan oleh sel akan dikeluarkan
secara eksositosis. Bagi lisosom sekunder yang telah selesai malaksanakan
tugasnya, ia kembali menjadi lisosom primer apabila enzim-enzim yang
dikandungnya masih baik atau dapat difungsikan kembali.
Ø Telolisosom
atau postlisosom merupakan lisosom
dengan kandungan enzim yang sudah tidak berfungsi atau lisosom tua yang
selanjutnya menjadi badan residu di dalam sel. Proses defekasi seluler (proses
pengeluaran badan residu) dapat terjadi, tetapi sebagian badan residu tetap
tinggal di dalam sel. Apabila kandungan badan residu telah banyak, sel tersebut
akan mengalami kematian atau melisiskan dirinya atau terjadi autolysis sel.[6]
B. Fungsi Lisosom
Semua enzim yang ditemukan dalam lisosom
adalah enzim hydrolase yang berfungsi untuk pencernaan intra sel. Pencernaan
intra sel selalu terjadi di dalam vakuola (lisosom sekunder), dengan demikian
enzim tidak keluar ke sitosol. Enzim-enzim tersebut bekerja secara optimal
dalam suasana asam.
Pada umumnya pencernaan protein hanya sampai
pada bentuk dipeptide sudah dapat menembus membrane lisosom, selanjutnya
dibongkar menjadi asam-asam amino. Karbohidrat dicerna menjadi monosakarida.
Disakarida dan polisakarida seperti selubiose, insulin, dekstran, sukrose tidak
dapat dicerna dan tetap tinggal di dalam lisosom. Fungsi utama lisosom dalam
pencernaan intra sel antara lain endositosis, fagositosis, dan
autofagi.
a) Endositosis ialah pemasukan makromolekul dari luar sel ke dalam
sel melalui mekanisme endositosis, yang kemudian materi-materi ini akan dibawa
ke vesikel kecil dan tidak beraturan, yang disebut endosom awal. Beberapa
materi tersebut dipilah dan ada yang digunakan kembali (dibuang ke sitoplasma),
yang tidak dibawa ke endosom lanjut. Di endosom lanjut, materi tersebut bertemu
pertama kali dengan enzim hidrolitik. Di dalam endosom awal, pH sekitar 6.
Terjadi penurunan pH (5) pada endosom lanjut sehingga terjadi pematangan dan
membentuk lisosom.
![]() |
Gambar 2.3 Endositosis
b) Proses
autofagi digunakan untuk pembuangan dan
degradasi bagian sel sendiri, seperti organel yang tidak berfungsi lagi.
Mula-mula, bagian dari retikulum endoplasma kasar menyelubungi organel dan
membentuk autofagosom. Setelah itu, autofagosom berfusi dengan enzim hidrolitik
dari trans Golgi dan berkembang menjadi lisosom (atau endosom lanjut). Proses
autofagi berperan dalam hal cell turnover, cellular remodeling, dan
metamorfosis.
Cell
turnover merupakan proses daur ulang
materi dan organel di dalam sel secara terkendali. Setiap organel mempunyai
waktu paruh (half lives) yang
khas. Contoh mitokondiria yakni sel hepatosit yang memiliki waktu paruh sekitar
150 hari.
Celular
remodeling merupakan proses
perubahan pentingnya materi dan organel yang terjadi sewaktu deferensiasi,
materi dan organel yang berlebih kemudian akan dilisis oleh lisosom. Ingat
bahwa pengendali diferensiasi adalah gen yang bekerja (gen yang ON) ketika
diferensiasi berlangsung.
Pada
metamorfosis tubuh anura, ketika tungkai belakang dan depan sudah dapat
berfungsi, maka ekor akan mengalami regresi. Regresi ekor ini merupakan
peristiwa autofagi. Aktivitas enzim lisosom meningkat dalam sel-sel makrofag
dan dalam setiap sel yang membangun ekor, sehingga sel-sel yang membangun ekor
dilisis oleh makrofak maupun secara autolisis. Oleh karena itu, secara
morfologis, tampak bahwa ekor semakin memendek dan akhirnya habis.[7]
c) Fagositosis merupakan proses pemasukan partikel berukuran
besar dan mikroorganisme seperti bakteri dan virus ke dalam sel. Pertama,
membran akan membungkus partikel atau mikroorganisme dan membentuk fagosom.
Kemudian, fagosom akan berfusi dengan enzim hidrolitik dari trans Golgi dan
berkembang menjadi lisosom (endosom lanjut).
![]() |
Gambar 2.4 Proses autofagi dan fagositosis
Selain untuk pencernaan intra sel, lisosom juga
berperan dalam proses perkembangan dan pemulihan organ. Beberapa contoh
misalnya:
Ø
Penyusunan duktus Wolfian pada embrio betina dan
duktus Mulleri pada embrio jantan
Ø
Pemulihan ukuran uterus setelah proses kehamilan
Ø
Proses fertilisasi, akrosom pada spermatozoa
mengandung enzim hialuronidase dan asam fosfatase untuk mencerna zona pelusida
(selubiung ovum) sehingga inti spermatozoa dapat masuk ke dalam ovum.[8]
Fungsi Lisosom pada Kelenjar tiroid
Struktur kelenjar tiroid bertipe folikel, pada bagian tengah
kelenjar mempunyai lumen, dan sel-sel kelenjar merupakan derivate sel epitel.
Hormon yang baru dihasilkan sementara akan di simpan di dalam lumen, kemudian
ditransfer ke dalam kapiler darah.
Kelenjar
tiroid menghasilkan hormone tiroksin dan triyodotiroksin. Kedua hormon ini pada
saat dihasilkan berikatan secara kovalen dengan protein globulin dan menjadi
senyawa tiroglubulin dan
triyodotiroglobulin. Hormon yang baru dihasilkan untuk sementara disimpan dalam lumen kelenjar.
Fungsi
kelenjar tiroid dipengaruhi oleh TSH (Tiroid Stimulating Hormon) yang
dihasilkan oleh kelenjar hipofisis. Pengaruh TSH adalah menstimulasi
endositosis tiroglobulin dan triyodotiroglobulin dari lumen kembali ke sel
epitel kelenjar. Selanjutnya, di dalam sel terjadi proses lisis globulin dari
hormon. dalam tahap tersebutlah lisosom berfungsi. Lisosom primer berfusi
dengan koloid tiroglubulin dan triyodotiroglubulin. Hasil lisis oleh lisosom
primer adalah berupa hormone tiroksin dan triyodotiroksin yang ditransfer
secara transfor aktif ke dalam kapiler darah. Globulin akan digunakan kembali
oleh lisosom dalam sel.
Lisosom
Dalam Sel Tumbuhan
Tumbuhan
mengandung beberapa macam enzim
hydrolase, tetapi enzim tersebut tidak berada dalam suatu kompartemen (sebagai
suatu organel). Oleh karena itu, sel tumbuhan dikatakan tidak mempunyai
lisosom. Lisosom sebagai organel memang tidak ada, tetapi terdapat kandungan
enzim-enzim lisosom yang terikat pada dinding sel.
Telah
terdapat banyak bukti mengenai peran enzim-enzim hidrolitik dalam proses
germinasi biji Agiospermae. Perhatikan gambar di bawah yang memberikan contoh
germinasi biji gandum. Aktivitas
enzim-enzim hydrolase dikendalikan oleh hormone tumbuh yakni GA, atau asam
giberelat. [9]
C.
Biosintesis pada Lisosom
Enzim lisosom adalah suatu protein yang diproduksi oleh ribosom
dan kemudian masuk ke dalam RE. Dari RE enzim dimasukkan ke dalam membran
kemudian dikeluarkan ke sitoplasma menjadi lisosom. Selain ini ada juga enzim
yang dimasukkan terlebih dahulu ke dalam golgi. Oleh golgi, enzim itu dibungkus
membran kemudian dilepaskan di dalam sitoplasma. Jadi
proses pembentukan lisosom ada dua macam, pertama dibentuk langsung oleh RE dan
kedua oleh golgi.
Berbicara
tentang biosintesis berarti juga berbicara tentang hydrolase dan protein
membrane. Kedua protein ini seperti halnya protei-protein yang lain disintesis oleh
RE untuk kemudian dipindahkan ke apparatus golgi oleh vesikula pengangkut.
Tentunya yang disintesis di RE bukan hanya enzim hydrolase ini, tetapi banyak
juga senyawa-senyawa lainnya. Enzim hydrolase ditandai dengan manosa-6-fosfat
(M-6-P). penambahan ini terjadi di daerah sis aparatus golgi. Enzim ini
selanjutnya akan diangkut ke daerah trans. Di daeraah transmembran terdapat
reseptor bagi M-6-4 yang letaknya bergerombol di membrane A. Golgi yang
berklatrin. Hal ini menyebabkan enzim hydrolase yang bertanda tersebut akan
selalu menuju ke daerah trans apparatus golgi dalam rangka untuk terbentuknya
kompleks M-6-P dengan reseptornya.
Reseptor
M-6-P hanya akan mengikat M-6-P pada ph 7 dan enzim lisosom akan dilepaskan
pada ph kurang dari 6. Penurunan ph di dalam lisosom primer ini dapat terjadi
karena adanya penambahan ion H+. Ion H+ ini diangkut oleh protein pengangkut
yang berasal dari membran lisosom primer. Akibat masuknya ion H+ maka cairan di
dalam lumen akan menjadi asam sehingga enzim lisosom akan dilepaskan. Untuk
menghindari selfdigesti membrane
lisosom oleh enzim lisosomnya sendiri maka pada membrane lisosom dilengkapi
dengan pelindung yang terdiri dari rantai sakarida yang panjang, sehingga sisi
protein dan fosfolipid membran lisosom akan terlindungi dari proses selfdigesti.[10]
![]() |
Gambar 2.7 Pembentukan Lisosom dan
aktivitasnya
D.
Autoimun
Pengertian Autoimun
Dari segi bahasa
auto artinya diri sendiri, dan imun artinya sistem pertahanan tubuh, jadi
pengertian autoimun adalah sistem pertahanan tubuh mengalami gangguan sehingga
menyerang sel-sel tubuh itu sendiri. Sistem kekebalan tubuh adalah kumpulan
sel-sel khusus dan zat kimia yang berfungsi melawan agen penyebab infeksi
seperti bakteri dan virus serta membersihkan sel-sel tubuh yang menyimpang
(non-self) misalnya pada kanker.
Gangguan Autoimun
Gangguan
autoimun terjadi ketika sistem kekebalan tubuh seseorang keliru menyerang
jaringan tubuh sendiri. Gangguan autoimun dikelompokkan menjadi dua kategori,
yaitu organ spesifik dan non-organ spesifik. Organ-spesifik berarti satu organ tertentu yang terkena, sedangkan non-organ spesifik artinya sistem imun
menyerang beberapa organ atau sistem tubuh yang lebih luas. Ada sekitar 80
gangguan autoimun yang berbeda mulai dari yang ringan sampai yang berat,
tergantung pada sistem tubuh mana yang diserang dan seberapa besar fungsinya
bagi tubuh. Belum diketahui secara pasti, kenapa perempuan lebih rentan
daripada laki-laki, terutama selama usia reproduktif. Diperkirakan bahwa hormon
seks memiliki pengaruh yang kuat. Beberapa
gangguan autoimun meliputi:
Ø Diabetes Melitus (Tipe I) – mempengaruhi
pankreas. Gejala termasuk haus, sering buang air kecil, berat badan turun dan
lebih rentan terhadap infeksi.
Ø Penyakit Graves – mempengaruhi kelenjar
tiroid. Gejala termasuk penurunan berat badan, detak jantung meningkat,
kecemasan dan diare.
Ø Penyakit radang usus – termasuk
ulcerative colitis dan mungkin, penyakit Crohn. Gejalanya meliputi diare dan
sakit perut.
Ø Multiple sclerosis – mempengaruhi sistem
saraf. Tergantung pada bagian mana dari sistem saraf yang dipengaruhi, gejala
dapat termasuk mati rasa, kelumpuhan dan gangguan penglihatan.
Ø Psoriasis – mempengaruhi kulit. Fitur
termasuk pengembangan, sisik kulit memerah tebal.
Ø Rheumatoid arthritis atau Rematik –
mempengaruhi sendi. Gejala termasuk sendi bengkak dan sakit. Mata,
paru-paru dan jantung juga dapat terlibat.
Ø Scleroderma – mempengaruhi kulit dan
struktur lainnya, menyebabkan terbentuknya jaringan parut. Fitur termasuk
penebalan kulit, borok kulit dan sendi kaku.
Ø Sistemik lupus eritematosus atau SLE
(Penyakit Lupus) – mempengaruhi jaringan ikat dan dapat menyerang sistem
organ tubuh. Gejala termasuk peradangan sendi, demam, penurunan berat badan dan
ruam wajah yang khas. contoh ruam pada lupus
Faktor risiko dan Penyebab Autoimun
Penyebab pasti
gangguan autoimun tidak diketahui, namun ada sejumlah faktor risiko yang
meningkatkan kemungkinan terkena:
Ø
Genetika : kecenderungan penyakit autoimun terjadi dalam
keluarga atau faktor keturunan. Namun genetik saja tidak cukup karena ada
faktor lingkungan juga yang mempengaruhi.
Ø
Faktor-faktor
lingkungan
: termasuk gaya hidup
yang tidak sehat. Jenis kelamin perempuan lebih rentan dibandingkan
laki-laki
Ø
Hormon
seks : seperti estrogen dan progesteron
terbukti gangguan autoimun cenderung menyerang selama usia reproduktif.
Ø
Infeksi : beberapa penyakit autoimun tampaknya dipicu atau diperburuk oleh infeksi tertentu.
Pengobatan Penyakit Autoimun
Gangguan
autoimun pada umumnya tidak dapat disembuhkan, tetapi gejala yang menimbulkan
penderitaan sebagian besar dapat dikendalikan dengan perawatan sebagai
berikut:
Ø
Obat
anti-inflamasi
: untuk mengurangi peradangan
dan nyeri
Ø
Kortikosteroid : untuk mengurangi peradangan dan menekan sistem
imun Obat imunosupresan : untuk menghambat
aktivitas sistem kekebalan tubuh
Ø
Terapi
fisik : untuk mendorong mobilitas
Ø
Terapi
sulih : misalnya, suntikan insulin dalam kasus diabetes
melitus.
E.
Struktur Peroksisom
Pada tahun 1965
De Duve dkk menemukan organel yang unik dari sel-sel hati, yang mengandung
beberapa enzim oksidase dan enzim katalase. Karena enzim-enzim tersebut
berperan dalam pembentukan dan pembongkaran hydrogen peroksida (H2O2), maka organel tersebut dinamakan peroksisom. Peroksisom ditemukan
pada semua sel eukariot.
Pada sel tanaman karena fungsinya berkaitan dengan siklus glioksilat maka
disebut glioksisom.
![]() |
Gambar 2.8 Anatomi
Peroksisom
Morfologi
Peroksisom berbentuk bulat telur, diameter ± 0,5µm - 0,7µm, hanya dibungkus dengan
satu membran dengan tebal 6-8 nm.
Matriksnya banyak mengandung materi amorf yang berwarna kelabu dan
tidak mempunyai DNA dan
ribosom seperti mitokondria dan kloroplas
meskipun dapat bereplikasi sendiri sebagaimana RE. Oleh karena itu, protein
yang dibutuhkan diimpor dari sitosol. Jumlah peroksisom pada
setiap sel bervariasi antara 70-100.
Bentuk peroksisom seperti lisosom tapi tidak dibentuk oleh kompleks golgi. [12]
Enzim-enzim
peroksisom
Peroksisom banyak dijumpai pada sel hati
dan ginjal hewan vertebrata, pada daun dan biji tumbuhan srta pada
mikroorganisme eukarion seperti ragi, protozoa dan jamur. Enzim yang umum
dijumpai pada peroksisom adalah katalase. Selain itu hampir semua peroksisom
juga mengandung enzim urat oksidase, asam amino oksidase dan asam glikolat
oksidase. Enzim-enzim yang dibentuk peroksisom selengkapnya disajikan pada
tabel.

Gambar 2.9 Aktivitas utama
enzim pada peroksisom (Kleinsmith and Kish, 1988)
F.
Fungsi Peroksisom
1)
Oksidasi Substrat dalam Peroksisom Sel Mamalia
Enzim-enzim
pada peroksisom selain katalase berfungsi mengoksidasi substrat untuk menghasilkan
hydrogen peroksida seperti
pada persamaan
(1). Selanjutnya enzim katalase menguraikan hydrogen peroksida (H2O2)
menjadi air (H2O) dan
oksigen
(O2) seperti
persamaan (2)
Flavin Oksidase

(R = subtrat organik)
Melalui
reaksi peroksidatif, katalase
mengoksidir bermacam – macam substrat seperti fenol, asam format, formaldehida
dan alkohol dan menghasilkan H2O
katalase


Gambar
2.10 Jenis Reaksi Pada Peroksisom
Peroksisom menghasilkan banyak H2O2
tetapi hanya sebagian kecil yang berdifusi ke sitosol karena sebagian besar
sudah dibongkar oleh enzim katalase di dalam peroksisom sendiri. Sebagian besar H2O2
dalam sitosol dihasilkan oleh mitokondria dan membran RE. Meskipun dalam satu
individu macam
enzim peroksisom dalam sel-sel yang berbeda sangat bervariasi dan dapat
disesuaikan dengan perubahan lingkungan sel. Misalnya ragi yang dikultur dalam
larutan gula periksisomnya kecil-kecil,
tetapi bila dikultur dengan methanol peroksisomnya berkembang menjadi besar dan
banyak mengandung enzim untuk mengoksidir metanol. Bila dikultur dalam asam
lemak, peroksisomnya
besar-besar dan banyak mengandung enzim untuk memecah asam lemak menjadi asetil
koenzim A. Selain menyediakan kompartemen untuk reaksi
oksidasi, perokisome terlibat dalam biosintesis lipid, asam amino, dan lisin. Pada sel hewan, kolesterol dan dolichol disintesis di peroksisom
serta dalam RE di hati, peroksisom juga terlibat dalam sintesis
asam empedu, yang berasal dari kolesterol. Selain itu, peroksisom mengandung
enzim yang diperlukan untuk sintesis plasmalogens-kelas dari fosfolipid di mana salah satu rantai hidrokarbon
bergabung ke dalam gliserol dengan ikatan eter. Plasmalogens merupakan komponen membran penting dalam beberapa jaringan,
terutama jantung dan otak, meskipun mereka tidak ditemukan di tempat lain. Peroksisom melaksanakan reaksi biokimia yang berbeda
pada jaringan yang berbeda. Namun, saat ini tidak diketahui apakah ada
subpopulasi dari peroksisom yang mengkhususkan diri dalam satu atau sejumlah
proses dalam sel.[13]
![]() |
Gambar
2.11 Struktur Plasmogen
2)
Oksidasi B-Asam Lemak pada Mamalia
Dalam suatu proses yang
disebut B-oksidasi, rantai alkil dari asam lemak dipendekkan secara berurutan
dengan memblok dua atom karbon yang kemudian diubah menjadi asetil KoA dan
diekspor dari peroksisom ke sitosol untuk digunakan kembali dalam reaksi
biosintetik B-oksidasi pada sel mamalia terjadi baik di mitokondria maupun
peroksisom. Pada ragi dan sel tumbuhan, reaksi ini hanya ditemukan pada
peroksisom. Jalur B-Oksidasi ini mempunyai kesamaan dengan jalur Oksidasi yang
terjadi di dalam mitokondria dengan suatu kecualian. Oksidasi yang terjadi pada
mitokondria, enzim flavin dehydrogenase memberikan elektronnya ke rantai
respirasi dan tidak bereaksi dengan O2. Sedangkan pada peroksisom
enzim flavin dehydrogenasebereaksi langsung dengan O2 dan
menghasilakn H2O2.[14]
3) Jalur Gliokolat
Peroksisom
sel tanaman terdapat pada sel-sel daun dan biji yang sedang berkecambah.
Peroksisom pada sel daun berperan dalam fotorespirasi atau yang dikenal dengan Jalur Glikolat. Jalur
glikolat merupakan serangkaian reaksi kimia yang terjadi di peroksisom yang
bergandengan dengan siklus carbon di khloroplas. Jalur ini melibatkan
khloroplas, peroksisom, mitokondria, dan sitosol.

Gambar 2.12 Jalur Glikolat
Langkah pertama adalah penambahan C02 ke
lima karbon gula ribulosa-1,5-bifosfat, menghasilkan dua molekul
3-fosfogliserat (tiga karbon masing-masing). Namun, enzim yang terlibat
(ribulosa bifosfat karboksilase atau Rubisco) adakalanya mengkatalisis
penambahan O2 bukannya CO2,
menghasilkan satu molekul 3-fosfogliserat dan satu molekul phosphoglycolate
(dua karbon). Ini adalah reaksi samping, dan phosphoglycolate adalah metabolit
yang tidak berguna. itu adalah convert pertama glycolat dan kemudian ditransfer
ke peroksisom, di mana ia teroksidasi dan diubah menjadi glisin. Glycine
kemudian ditransfer ke mitokondria, di mana dua molekul glisin dikonversi ke
satu molekul serin, dengan pelepasan CO2 dan NH3. Serin tersebut kemudian dikembalikan ke peroksisom, di mana ia diubah ke
glycerate. Akhirnya, glycerate ditransfer kembali ke kloroplas, di mana ia masuk
kembali siklus Calvin.[15]
4) Daur
Glioksilat dalam Glioksisom Endospermae
Pada
hewan, peroksisom banyak terdapat di dalam hati dan ginjal. Peroksisom yang
hanya terdapat pada tumbuhan disebut glioksisom. Glioksisom berfungsi
mengoksidasi asam lemak. Organel ini bnayk ditemukan di dalam jaringan lemak
pada biji yang sedang berkecambah. Pada biji yang sedang berkecambah peroksisom
berperan dalam pengubahan asam lemak yang tersimpan dalam biji menjadi dua gula
yang diperlukan untuk perkecambahan. Pengubahan asam lemak menjadi gula
melibatkan siklus glioksilat.
Oleh karena itu
peroksisom sel tanaman juga disebut glioksisom. Dari siklus glioksilat
dihasilkan 2 molekul koenzim A yang selanjutnya dirubah menjadi satu molekul asam suksinat yang akan digunakan sebagai prazat untuk proses
gluconeogenesis dalam mitokondria. Dalam mitokondria, suksinat dirubah menjadi
fosfenol piruvat yang akan menjadi glukosa dan kemudian diubah kembali menjadi
sukrosa (monosakarida yang mudah diangkut).
Siklus glioksilat tidak dapat terjadi di dalam sel hewan, oleh karena itu sel
hewan, tidak
dapat merubah asam lemak menjadi karbohidrat. [16]





G.
Biogenesis pada Peroksisom
Mekanisme
biogenesis peroksisom rumit dan
belum jelas benar. Enzim-enzim dalam peroksisom tidak ditemukan dalam AG dan RE, hal ini menunjukkan
bahwa enzim-enzim tersebut tidak disintisis
pada RE. Semula diduga membrane peroksisom berasal
dari membrane RE, tetapi ternyata pada kedua membrane tersebut komponen
proteinnya berbeda.
Peroksisom
tidak mempunyai DNA dan ribosom, jadi semua proteinnya disintesis pda ribosom
sitoplasma yang dikendalikan oleh DNA inti. Protein untuk membran dan enzim
diangkut dari sitosol dengan cara pos
translasi. Salah satu enzim yang telah banyak dipelajari ialah katalase.
Katalase merupakan rakitan dari empat monomer yang disintesis pada ribosom
sitoplasma yang
selanjutnya dibawa
ke peroksisom untuk dirakit. Pada monomer terdapat peptidal sinyal, terdiri
dari 3 asam amino, yang mengarahkan
monomer ke peroksisom. Pada permukaan sitoplasmik membrane peroksisom
terdapat reseptor yang dapat mengenali enzim yang dikirim dari sitosol,
sehingga enzim tersebut dapat sampai ke peroksisom.[17]
Meskipun sebagian besar peroxins disintesis pada
ribosom bebas sitosol dan kemudian diimpor ke peroksisom,
percobaan terbaru menunjukkan bahwa perakitan Peroksisom dimulai pada RE kasar, di mana dua peroxins, Pex3 dan Pexl9, awalnya
melokalisasi.
Pex3 merupakan protein transmembran yang terpisahkan
sementara Pex19 adalah protein farnesylated yang ditemukan sebagian besar dalam sitosol. Pex3 menarik Pex19 ke membran RE, di mana interaksi mereka menyebabkan Pex3 dan Pex19 membentuk vesikel yang kemudian lepas dari RE. Vesikel ini kemudian dapat berfusi baik dengan peroksisom yang sudah ada
atau dengan satu sama lain untuk membentuk peroksisom baru. Peroksisom
“induk” tumbuh karena penambahan protein dari sitosol, kemudian membelah
membentuk dua peroksisom “anak”. [18]
![]() |
Gambar 2.13 Pembentukan Peroksisom
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Lisosom
merupakan suatu organel berbentuk
kantung bermembran yang berisi enzim dan
berfungsi untuk mengontrol pencernaan makromolekul intraseluler. Lisosom dilindungi oleh membran
yang berstruktur seperti membran plasma.
Lisosom mengandung enzim fosfatase, nuklease, hydrolase, protease dan enzim
pemecah lipid. Lisosom adalah organel yang polimorfik, artinya mempunyai bentuk dan ukuran
yang bervariasi. Bentuk lisosom dibagi dua, yaitu lisosom primer dan lisosom
sekunder.
Fungsi utama lisosom dalam
pencernaan intra sel antara lain endositosis, fagositosis, dan autofagi. Lisosom berperan dalam proses sekresi hormon pada kelenjar tiroid.
Proses pembentukan lisosom ada dua macam, pertama dibentuk
langsung oleh RE dan kedua oleh golgi. Hydrolase
dan protein membrane seperti halnya protei-protein yang lain disintesis oleh RE
untuk kemudian dipindahkan ke apparatus golgi oleh vesikula pengangkut.
Autoimun adalah sistem
pertahanan tubuh mengalami gangguan sehingga menyerang sel-sel tubuh itu
sendiri. Gangguan
autoimun terjadi ketika sistem kekebalan tubuh seseorang keliru menyerang
jaringan tubuh sendiri. Gangguan autoimun dikelompokkan menjadi dua kategori,
yaitu organ spesifik (satu
organ tertentu yang terkena)
dan non-organ spesifik (menyerang
beberapa organ).
Peroksisom
ditemukan pada semua sel eukariot.
Pada sel tanaman karena fungsinya berkaitan dengan siklus glioksilat maka
disebut glioksisom. Enzim
yang ada pada peroksisom adalah
katalase, enzim urat oksidase,
asam amino oksidase dan asam glikolat oksidase.
Fungsi peroksisom adalah mengoksidasi substrat pada
sel mamalia, mengoksidasi B-asam lemak
pada mamalia, sebagai jalur gliokolat, daur glioksilat dalam glioksisom
endospermae.
Periksisom baru terbentuk dari dua peroxins (Pex3 dan Pex19). Pex3 menarik Pex19 ke membran RE, di mana interaksi
mereka menyebabkan Pex3 dan Pex19
membentuk vesikel yang kemudian lepas dari RE. Vesikel ini kemudian
dapat berfusi baik dengan peroksisom yang sudah ada atau dengan satu sama lain. Peroksisom “induk”
tumbuh karena penambahan protein dari sitosol, kemudian membelah membentuk dua
peroksisom “anak”.
DAFTAR PUSTAKA
Cooper, Geoffrey M. dan Hausmen, Robert E. 2007. The
Cell: A Molecular Approach. (USE:
ASM Press, 2007)
Istanti, Anni, dkk., 1999. Biologi Sel. Malang: JICA
Marianti,
Sumadi Aditya. 2007. Biologi Sel. Semarang:
Graha Ilmu
Santoso,
Lucia Maria. 2015. Biologi Molekuler Sel.
Jakarta: Salemba Teknika
[2] Lucia Maria Santoso dan
Didi Jaya Santri, Biologi Molekuler Sel,
(Jakarta: Salemba Teknika, 2015), hal.85
[4] Lucia Maria Santoso dan
Didi Jaya Santri, Biologi Molekuler Sel,
(Jakarta: Salemba Teknika, 2015), hal.85-86
[5] Lucia Maria Santoso dan
Didi Jaya Santri, Biologi Molekuler Sel,
(Jakarta: Salemba Teknika, 2015), hal.86-87
[7] Lucia Maria Santoso dan
Didi Jaya Santri, Biologi Molekuler Sel,
(Jakarta: Salemba Teknika, 2015), hal.91
[9] Lucia Maria Santoso dan
Didi Jaya Santri, Biologi Molekuler Sel,
(Jakarta: Salemba Teknika, 2015), hal.91-93
[11] Mediskus, Penyakit Autoimun,(online) (http://mediskus.com/penyakit/penyakit-autoimun-pengertian-gejala-pengobatan) pada 3 Oktober 2016
[13] Geoffrey M. Cooper dan Robert E. Hausmen, The Cell: A Molecular
Approach,(USE: ASM Press, 2007)
Hal.464
[15] Geoffrey M. Cooper dan Robert E. Hausmen, The Cell: A Molecular
Approach,(USE: ASM Press, 2007)
Hal.465
[16] Lucia Maria Santoso dan
Didi Jaya Santri, Biologi Molekuler Sel,
(Jakarta: Salemba Teknika, 2015), hal.101
[18] Geoffrey M. Cooper dan Robert E. Hausmen, The Cell: A Molecular
Approach,(USE: ASM Press, 2007)
Hal.466
Tidak ada komentar:
Posting Komentar