BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Dekstrin
Dekstrin adalah karbohidrat yang dibentuk selama hidrolisis
pati menjadi gula oleh panas, asam dan atau enzim. Dekstrin dan pati memiliki
rumus umum yang sama yang mana unit
glukosa bersatu dengan yang lainnya membentuk rantai (polisakarida) tetapi dekstrin
memiliki ukuran lebih kecil dan kurang kompleks dibandingkan pati. Dekstrin
larut dalam air tetapi dapat diendapkan dengan alkohol. Dektrin memiliki sifat
seperti pati. Beberapa dekstrin bereaksi dengan iodin memberikan warna biru dan
larut dalam alkohol 25% (disebut amilodekstrin) sedang yang lainnya berwarna
coklat-kemerahan dan larut dalam alkohol 55% (disebut eritrodekstrin) dan yang
lainnya tidak membentuk warna dengan iodin serta larut dalam alkohol 70
(disebut akhrodekstrin), yang juga diidentifikasi sebagai desktrosa ekuivalen
(DE). DE yang tinggi menunjukkan adanya depolimerisasi pati yang besar.
Maltodekstrin adalah produk dengan DE rendah. [1]
Dekstrin biasanya dibentuk melalui dua tahap proses:
1. Tahap Hidrolisis.
Pada
tahap pertama asam dan air ditambahkan dalam granula pati kering yang akan
memecah polimer pati dalam reaksi hidrolisis dan molekul air ditambahkan ke
dalam polimer pati. Sebagai hasil hidrolisis maka viskositas pati akan
berkurang.Derajat
hidrolisis tergantung pada jumlah asam yang ditambahkan dan lamanya waktu
pencampuran dengan pati.
Gambar 1. Tahap hidrolisis
2. Tahap
Kondensasi.
Dalam tahap kedua pati yang dihidrolisis dikeringkan
dengan panas dan vakum sampai kelembabannya di bawah 3%. Pada saat pengeringan
mencapai level ini maka hidrolisis dihentikan dan air dibebaskan dari polimer
pati. Viskositas pati akan meningkat selama proses kondensasi ini. Kemudian
terjadi transglukosidasi atau dekstrinisasi yang merupakan pembentukan kembali
glukosa dalam ikatan glukosa dengan dan antar polimer. Ikatan alfa 1-4 dan alfa
1-6 dapat bertukar. Selama trnasglukosidasi viskositas desktrin secara
substansi tidak berubah.
Gambar 2. Tahap kondensasi
Gambar 3. Transglukosidasi
Dekstrin kemudian didinginkan dan pH dekstrin
dapat dinetralkan dengan menambahkan amonia. Netralisasi akan menjadikan
dekstrin lebih stabil dalam penyimpanan. Dekstrin larut dalam air dingin dalam
berbagai derajat tergantung pada kekuatan hidrolisisnya. Desktrin ini dapat
digunakan untuk berbagai keperluan.Dekstrin dapat dibuat dari berbagai sumber
pati seperti tapioka dan kentang ataupun jagung. Sifat viskositas yang rendah
dari dekstrin menjadikan dekstrin sering dipakai dalam pembuatan jelli sebagai
sumber padatan yang menstabilkan tekstur permen.[2]
Pembuatan Dekstrin
Pada prinsipnya membuat dekstrin adalah memotong rantai
panjang pati dengan katalis asam atau enzim menjadi molekul-molekul yang
berantai lebih pendek dengan jumlah untuk glukosa dibawah sepuluh. Dalam
proses ini molekul-molekul pati mula-mula pecah menjadi unit-unit rantai
glukosa yang lebih pendek yang disebut dekstrin. Dekstrin ini dipecah menjadi
glukosa, tetapi banyak sisa cabang pada amilopektin tertinggal dan disebut
dekstrin.
Pembuatan desktrin dapat dilakukan dengan tiga
macam proses yaitu proses konversi basah dengan katalis asam, proses konversi
basah dengan enzim serta proses konversi kering.
1.
Pembuatan Secara Enzimatis
Proses konversi
basah dengan enzim dilakukan menggunakan enzim α-amilase pada larutan pati
untuk menghidrolisa pati menjadi molekul-molekul pati dengan berat molekul yang
lebih rendah. Di industri, pembuatan dextrin dengan cara konversi basah dengan
menggunakan enzim dilakukan dengan meningkatkan suhu secara perlahan-lahan
serta dengan menambahkan enzim secara periodic dalam jumlah sedikit.
Tahapannya
sebagai berikut, Mula-mula pati sagu disuspensikan dengan air sesuai dengan
konsentrasi yang diterapkan (25,30 dan 35 persen substrat kering)lalu tidak
diaduk sampai merata. Keasaman larutan diatus pada kisaran pH 6,5 – 7,0 dengan
bantuan pH meter dan penambahan larutan natrium hidroksida atau asam klorida.
Kemudian ditambahkan enzim α-amilase sesuai dengan dosis ynag diterapkan (0,7;
0,9 dan 1,1 g/kg substrat kering). Suspensi dipanaskan dan dijaga suhunya
antara 75 sampai 80°C sambil terus diaduk. Pengadukan dilakukan pada suatu
kecepatan yang tetap yaitu sekitar 300 rpm. Proses dihentikan setelah waktu dekstrinisasi
standar dicapai dan diperoleh dekstrin cair.
Kerja
enzim dalam dekstrin cair diinaktivasi dengan pemanasan dalam oven pada suhu
147°C selama 10 menit. Desktrin cair dituang setebal satu sampai 2 mm ke dalam
loyang alumunium yang sudah dilapisis dengan alumunium foil, kemudian
dikeringkan dalam oven pada suhu 43°C selama tiga sampai empat hari. Setelah
kering dekstrin diambil dan utnuk mendapatkan desktrin dengan ukuran partikel yang seragam, dekstrin keting tadi
dihancurkan dengan blender lalu diayak dengan ayakan mesh 80.
2.
Pembuatan Secara Asam
Pada proses konversi basah
dengan katalis asam, terjadi hidrolisa pati menghasilkan sejumlah besar
oligosakarida dan polisakarida dengan berat molekul rendah. Proses ini
dilakukan dengan cara memanaskan bubur pati dalam larutan asam secara
perlahan-lahan sampai derajat konversi yang diinginkan tercapai. Kemudian
produk yang dihasilkan dinetralisasi dan segera dikeringkan pada rol panas atau
spray drier.
Tahapannya
sebagai berikut, suspensi
pati 30% ditambah HCl 0,5%. Suspensi kemudian diliquifikasi pada suhu 950C
dan diaduk. Setelah proses liquifikasi selesai selanjutnyadilakukan penetralan.
Dekstrin yang diperoleh dituang dalam loyang dan dikeringkan, diblender dan
diayak.
3.
Pembuatan Secara Kering
Pada proses konversi kering,
molekul pati diperkecil ukurannya sampai pada suatu tingkat dimana molekul
tersebut dapat larut dalam air dingin. Pembuatan dextrin dengan cara konversi
kering dapat dilakukan dengan memanaskan pati secara kering (menyangrai) pada
suhu 79 – 190oC selama 3 – 24 jam. Selama pemanasan biasanya ditambahkan
pula sejumlah kecil katalis asam seperti HCl.
Tahapannya sebagai berikut,
a. Pencucian dan Pencampuran
Persiapan bahan selama dextrinisasi meliputi pencucian tepung
sagu dan pemberian katalis. Proses pencucian tepung sagu dilakukan dengan cara
menempatkan tepung sagu dalam sebuah baskom yang besar. Kemudian ke dalam
baskom tersebut ditambahkan air bersih, sampai diperoleh perbandingan tebal lapisan tepung sagu dengan air
kira-kira satu banding dua, setelah itu dilakukan pengadukan. Pengadukan
ditujukan untuk menyebarkan tepung sagu yang mengendap pada dasar baskom
sehingga kotoran yang terperangkap di antara granula pati dapat terlepas dan
naik ke permukaan. Setelah granula pati tersebar merata, pengadukan dihentikan
dan tepung sagu dibiarkan mengendap kembali. Air pencucian kemudian dibuang dan
proses pencucian diulang kembali dengan cara yang sama sampai air pencucian
menjadi bersih.
Selanjutnya, endapan tepung
sagu dari hasil pencucian dijemur sambil sekali-sekali dibalik-balik dan
dihancurkan agar cepat kering. Setelah kering, tepung sagu diayak dengan
menggunakan ayakan 200 mesh.
Pencampuran larutan HCl dengan
tepung sagu dilakukan dengan cara menambahkan larutan HCl sedikit demi sedikit
ke dalam tepung sagu sampai tepung sagu tersebut terlihat basah, tetapi pada
permukaannya tidak terdapat genangan air. Dari percobaan Puspawardhani (1989),
diketahui bahwa campuran air dan pati yang baik atau merata secara visual dapat
diperoleh pada kadar air campuran 48.67% (basis basah), maka dalam penelitian
ini dilakukan pencampuran antara 4 kg tepung sagu dengan larutan yang
mengandung 10.41 ml HCl. Selanjutnya tepung sagu cuci yang telah bercampur
dengan HCl ini dijemur kembali hingga kering kemudian diayak dengan ayakan 200
mesh. Tepung sagu yang dihasilkan digunakan untuk pembuatan dextrin.
b.
Pengeringan
Campuran basah dikeringkan dengan penjemuran. Hasil
pengeringan barupa gumpalan kemudian dihancurkan dengan memecah gumpalan dengan
menggunakan sendok dan setelah itu diayak dengan menggunakan ayakan 200 mesh.
c. Pemanasan atau Pirokonversi
Pada tahap ini, campuran pati halus dipanaskan dengan
alat dextrinisasi. Pemanasan dilakukan dengan memasukkan 250 gram pati halus
untuk setiap kali percobaan kedalam alat. Setelah tombol pengatur suhu,
pengatur kecepatan putaran mangkuk dan pengadukan diatur, alat kemudian
dijalankan. Selama proses berjalan kecepatan putaran mangkuk dan pengadukan
perlu diatur (tidak terlalu cepat), agar pati halus yang dipanaskan tidak
tumpah. Selain itu pengaturan suhu oleh alat juga perlu dijaga agar tidak
terjadi fluktuasi suhu yang terlalu besar.
d. Pendinginan
Dekstrin yang
dihasilkan dari pemanasan pati pada alat dextrinisasi setelah dimasukkan dalam
plastik segera didinginkan dengan cara meletakkannya di atas permukaan lantai
atau meja.
Pemanfaatan
dekstrin
Dekstrin
dapat digunakan sebagai pembentuk lapisan pada kopi, biji padi-padian seperti
beras dan pada porselen. Sebagai bahan pengaduk warna pada pencetakan tekstel,
sebagai perekat pada amplop, sebagai bahan pengisi pada tablet dan pil, sebagai
pengganti gum alami pada pabrik farmasi, sebagai bahan pengemulsi dan
kadang-kadang digunakan sebagai pereaksi kimia. Selain itu, dextrin juga dapat
digunakan sebagai komponen penyusun makanan bayi.
Dalam industri pangan dekstrin digunakan untuk meningkatkan
tekstur bahan pangan. Dekstrin memiliki kemampuan untuk membentuk lapisan,
contohnya pelapisan kacang dan cokelat untuk mencegah migrasi minyak. Selain
itu dekstrin juga berfungsi untuk meningkatkan kerenyahan pada kentang goring
dengan cara merendam kentang tersebbut dalam larutan dekstrin. Dimana dekstrin
akan melapisi permukaan dan mengurangi penetrassi minyak selama penggorengan.
Dalam industri kertas dekstrin berfungsi sebagai pelapis dan
pembentuk permukaan kertas yang halus. Desktrin mempunyai daya rekat baik, oleh
karena itu pada industri bahan perekat dekstrin digunakan sebagai perekat pada
apmlop, perangko dan label. Dalam industri tekstil dekstrin digunakan sebagai
pengganti pati. Penghilangan dekstrin dalam kain putih lebih mudah dilakukan
jika dibandingkan dengan menggunakan pati. Dekstrin dapat dihilangkan hanya
dengan air dingin, sedangkan penghilangan pati harus menggunakan sedikit air
panas dan sedikit asam klorida. Dalam industri farmasi desktrin digunakan
sebagai bahan pembawa (carrier) obat dalam pembuatan table yang mudah
larut dalam air (ludah) bila table tersebut dimakan. [3]
B. Selulosa
Banyak polisakarida yang berfungsi sebagai unsur structural
ekstra-selular pada dinding sel mikroorganisme bersel tunggal dan tumbuhan
tingkat tinggi, dan pada permukaan sebelah luar sel hewan. Polisakarida lain
merupakan komponen jaringan pengikat vertebrata dan ekso-skeleton artropoda.
Polisakarida structural memberikan perlindungan, bentuk, dan daya penyangga
terhadap sel, jaringan, atau organ.
Terdapat banyak polisakarida structural yang berbeda, salah satunya
adalah selulosa. Selulosa merupakan senyawa seperti , liat, tidak larut di
dalam air, dan ditemukan di dalam dinding sel pelindung tumbuhan, terutama pada
tangkai, batang, dahan dan semua bagian berkayu dari jaringan tumbuhan. Kayu
terutama terbuat dari selulosa dan senyawa polimer lain , katun merupakan
selulosa hampir semua murni. Selulosa tidak hanya merupakan polisakarida
structural ekstra seluler yang paling banyak dijumpai pada dunia tumbuhan,
tetapi juga merupakan senyawa yang paling banyak diantara semua biomolekul pada
tumbuhan atau hewan. Protein tentunya merupakan makromolekul yang paling banyak di dalam sel.[4]
Selulosa terdapat dalam tumbuhan sebagai bahan pembentuk dinding sel.
Serat kapas boleh dikatakan seluruhnya adalah selulosa. Dalam tubuh kita
selulosa tidak dapat dicernakan karena kita tidak mempunyai enzim yang dapat
menguraikan selulosa. Dengan asam encer tidak dapat terhidrolisis, tetapi oleh
asam dengan konsentrasi tinggi dapat terhidrolisis menjadi selobiosa dan
D-glukosa. Selobiosa adalah suatu disakarida yang terdiri atas dua molekul
glukosa yang berikatan glikosidik antara atom karbon 1 dengan atom karbon 4.
Meskipun selulosa tidak dapat digunakan sebagai bahan makanan oleh tubuh, namun selulosa yang terdapat
sebagai serat-serat tumbuhan, sayuran, atau buah-buahan, berguna untuk
memperlancar pencernaan makanan. Adanya serat-serat dalam saluran pencernaan,
gerak peristaltic ditingkatkan dan dengan demikian memperlancar proses
pencernaan yang dapat mencegah konstipasi. Tentu saja jumlah serat yang
terdapat dalam bahan bahan makanan tidak boleh terlalu banyak.[5]
Selulosa
adalah polimer glukosa yang berbentuk rantai linier dan dihubungkan oleh ikatan
β-1,4 glikosidik. Struktur yang linier menyebabkan selulosa bersifat kristalin
dan tidak mudah larut. Selulosa tidak mudah didegradasi secara kimia maupun
mekanis. Di alam, biasanya selulosa berasosiasi dengan polisakarida lain
seperti hemiselulosa atau lignin membentuk kerangka utama dinding sel tumbuhan.
Selulosa tidak pernah ditemukan dalam
keadaan murni di alam, tetapi selalu berasosiasi dengan polisakarida lain
seperti lignin,pectin,hemiselulosa dan xilan (Goyskor dan Eriksen 1980 dalam
Fitriani 2003). Kebanyakan selulosa berasosiasi dengan lignin sehingga sering
disebut sebagai lignoselulosa. Selulosa, hemiselulosa dan lignin dihasilkan
dari proses fotosintesis. Di dalam tumbuhan molekul selulosa tersusun dalam
bentukfobril yang terdiri atas beberapa molekul paralel yang dihubungkan oleh
ikatan glikosidik sehingga sulitdiuraikan. Komponen-komponen tersebut dapat
diuraikan oleh aktifitas mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme mampu menghidrolisis
selulosa untuk digunakan sebagai sumber energi, seperti bakteri dan fungi.
Gambar
1. Struktur Kimia Selulosa
(Sumber : Lehninger 1993).
Rantai selulosa terdiri dari satuan glukosa anhidrida yang saling
berikatan melalui ataom karbon pertama dan ke empat. Ikatan yang terjadi adalah
ikatan ß1,4-glikosidik.
Secara ilmiah molekul-molekul selulosa
tersusun dalam bentuk fibril-fibril yang terdiri dari beberapa molekul selulosa
yang dihubungkan dengan ikatan glikosidik. Fibril-fibril ini membentuk struktur
kristal yang dibungkus oleh lignin. Komposisi kimia dan struktur yang demikian
membuat kebanyakan bahan yang mengandung selulosa bersifat kuat dan keras.
Sifat kuat dan keras yang dimiliki oleh sebagian besar bahan berselulosa
membuat bahan tersebut tahan terhadap peruraian secara enzimatik. Secara
alamiah peruraian selulosa berlangsung secara lambat .
Berdasarkan
derajat polimerisasi dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH)
17,5%, selulosa dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:
1.
Selulosa α (Alpha
Cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalaam larutan
NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan derajat polimerisasi 600-1500.
Selulosa α dipakai sebagai penduga atau penentu tingkat kemurnia selulosa.
Selulosa α merupakan kualitas selulosa yang paling tinggi (murni). Selulosa α
> 92% memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan
propelan atau bahan peledak,sedangkan selulosa kualitas dibawahnya digunakan
sebagai bahan baku pada industri kertas dan industri sandang atau kain. Semakin
tinggi kadar alfa selulosa, maka semakin baik mutu bahanya.
Gambar 2.Rumus Struktur a – selulosa
(Sumber : Nuringtyas 2010).
2. Selulosa
ß (Betha Cellulose) adalah selulosa berantai
pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan derajat
polimerisasi 15-90 dapat menghadap bila dinetralkan.
Gambar 3. Rumus Struktur ß – selulosa
(Sumber : Nuringtyas 2010).
3. Selulosa
γ (gamma sellulose) adalah sama dengan selulosa ß,
tetapi derajat polimerisasinya kurang dari 15.
Bervariasi
struktur kimia selulosa (a, ß, γ) mempunyai pengaruh besar
pada reaktivitasnya. Gugus-gugus hidroksil yang terdapat dalam daerah-daerah
amorf sangat mudah dicapai dan mudah bereaksi, sedangkan gugus-gugus hidroksil
yang terdapat dalam daerah-daerah kristalin dengan berkas yang rapat dan ikatan
antar rantai yang kuat mungkin tidak dapat dicapai sama sekali. pembengkakan
awal selulosa diperlukan baik dalam eterifikasi (alkali) maupun dalam
esterfikasi (asam) .
Selulosa memiliki
struktur yang unik karena kecenderunganya membentuk ikatan hidrogen yang kuat.
Ikatan hidrogen intramolekular terbentuk anatara: 1. Gugus hidroksil C3 pada
unit glukosa dan atom O cincin piranosa yang terdapat pada unit glukosa
terdekat, 2. Gugus hidroksil pada C2 dan atom O pada C6 unit glukosa
tetangganya. Ikatan hidrogen antarmolekul terbentuk antara gugus hidroksil C6
dan atom O pada C3 disepanjang sumbu b (gambar 4).
Dengan adanya ikatan hidrogen serta gaya
van der waals yang terbentuk, maka struktur selulosa dapat tersusun secara
teratur dan membentuk daerah kristalin. Disamping itu, juga terbentuk rangkaian
struktur yang tidak tersusun secara teratur yang akan membentuk daerah non
kristalin dan amorf. Semakin tinggi packing density-nya maka selulosa akan
berbentuk kristal, sedangkan semakin rendah packing density-nya maka
selulosa akan berbentuk amorf. Derajat kristalinitas selulosadipengaruhi oleh
sumber dan perlakuan yang diberikan. Rantai-rantai selulosa akan bergabung
menjadi satu kesatuan membentuk mikrifibril, bagian kristalin akan bergabung
dengan bagian nonkristalin. Mikrofibril-mikrofibril akan bergabung membentuk
fibril, selanjutnyagabungan fibril akan membentuk serat .
Gambar 4. Ikatan Hidrogen Intra dan Antar Rantai
Selulosa
(Sumber : Klemm 1998).
Gambar 5. Model Fibril Struktur Supramolekul
Selulosa(Sumber : Klemm 1998).
Selulosa dapat
dikonversi menjadi produk-produk bernilai ekonomis yang lebih tinggi seperti
glukosa dan etanol dengan jalan menghdrolisis selulosa dengan bantuan selulase
sebagai biokatalisator atau dengan hidrolisis secara asam/basa (Ariestaningtyas 1991). Selulosa terdapat pada semua tanaman dari pohon tingkat tinggi
hingga organisme primitif seperti rumput laut, flagelata, dan bakteria (Fengel
and Wegener 1995) . Luthfy (1988) menyebutkan bahwa rumput laut jenis Eucheuma
sp ternyata mengandung kadar abu
19,92%, protein 2,80 %, lemak 1,78%, serat kasar 7,02% dan mengandung
karbohidrat yang tinggi menjadikan makroalga jenis Eucheuma sp
berpotensi sebagai bahan dasar pembuatan bioetanol.
Makroalga jenis Sargassum
sp mulai dikembangkan sebagai bahan pembuatan etanol. Salah satu negara yang
mengembangankanya adalah Jepang. Untuk mengembangkan pembuatan bioetanol
berbahan dasar Sargassumsp Jepang
membuat proyek bernama Ocean Sunrise Project berttujuan untuk memproduksi
bioetanol dari rumput laut Sargassum horneri.[6]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dekstrin adalah karbohidrat yang dibentuk selama hidrolisis pati menjadi gula oleh panas,
asam dan atau enzim.Dekstrin larut dalam air tetapi dapat diendapkan dengan alkohol. Dekstrin dibentuk melalui dua tahap proses, yaitu tahap hidrolisis dan tahap kondensasi.
Pada prinsipnya membuat dekstrin adalah memotong rantai panjang pati dengan katalis asam atau enzim menjadi molekul-molekul
yang berantai lebih pendek dengan jumlah untuk glukosa dibawah sepuluh. Pembuatan desktrin dapat dilakukan dengan tiga macam
proses yaitu proses konversi basah dengan katalis asam, proses konversi basah dengan enzim serta
proses konversi kering.
Dextrin dapat digunakan sebagai pembentuk lapisan pada kopi, biji padi-padian seperti beras dan pada porselen,bahan pengaduk warna pada pencetakan tekstel, sebagai perekat pada amplop,
juga digunakan sebagai komponen penyusun makanan bayi.
Selulosa merupakan senyawa seperti liat, tidak larut di dalam air, dan ditemukan di dalam dinding sel pelindung tumbuhan, terutama pada tangkai, batang, dahan dan semua bagian berkayu dari jaringan tumbuhan. Selulosa terdapat
dalam tumbuhan sebagai bahan pembentuk dinding sel. Selulos aadalah polimer glukosa yang berbentuk
rantai linier dan dihubungkan olehikatan β-1,4 glikosidik. Selulosa tidak pernah ditemukan dalam keadaan murni
di alam, tetapi selalu berasosiasi dengan polisakarida lain seperti lignin,pectin,hemi selulosa dan xilan.
Berdasarkan derajat polimerisasi dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5%, selulosa dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:
Selulosa α /Alpha Cellulose (selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5%),
Selulosa ß /Betha
Cellulose (selulosa berantai pendek,
larut dalam larutan NaOH 17,5%)
dan Selulosa γ /gamma sellulose (sama dengan selulosa ß, tetapi derajat polimerisasinya kurang dari 15).
Selulosa memiliki struktur
yang unik karena kecenderunganya membentuk ikatan hidrogen
yang kuat. Ikatan hydrogen intramolekular terbentu kanatara: 1. Gugus hidroksil C3 pada unit glukosadan atom O cincin piranosa
yang terdapat pada unit glukosa terdekat, 2. Gugushidroksil pada C2 dan atom O pada C6 unit glukosa tetangganya.
Ikatan hydrogen antarmolekul terbentuk antara gugus hidroksil
C6 dan atom O pada C3 disepanjang sumbu.
[1]Nur Hidayat.
2008. Dekstrin- Catatan Ringan Nur
Hidayat. (online). (https://ptp2007.wordpress.com/2008/01/22/dekstrin/) diakses 05
Oktober 2016.
[2]Nur Hidayat. 2008. Dekstrin- Catatan Ringan Nur Hidayat. (online).
(https://ptp2007.wordpress.com/2008/01/22/dekstrin/) diakses 05 Oktober 2016.
[3]Dekstrin, Teknologi dan Penggunaannya.Online (http//:
Tekpan.unimus.ac.id/wp-content/uploads/2013/07/dextrin.pdf) diakses 05
Oktober 2016.
[4] Maggy Thenawidjaja. Dasar-dasar Biokimia. (Jakarta:
Erlangga,), hlm.326.
[5] Anna Poedji. Dasar-dasar
Biokimia. (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 2012). Hlm.38-39
[6]Holtzapple et.al 2003. Selulosa Catatan Ringan
Holtzapple (online) (http://media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090080_2_5870.pdf) diakses 05 Oktober 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar