Selasa, 06 Desember 2016

Aswaja



Para ulama’ sepakat mendirikan Nahdlatul Ulama’ sebagai jam’iyah atau organisasi karena memiliki wawasan keagamaan yang sama dengan prespektif perjuangan Islam menuju ‘izzul Islam wal Muslimin yaitu Ahlussunnah wal Jama’ah.
Wawasan itu bertitik tolak pada:
1. NU didirikan untuk meningkatkan kwalitas pribadi Muslim sehingga mampu menyesuaikan dirinya dengan ajaran Islam dan mampu mengembangkannya hungga terwujud peranan Islam dan Muslim sebagai rohmatal lil’alamin.
2. Sikap dan periilaku terhadap agama merupakan cara memandang, memahami, menghayati, mngamalkan dan menempatkan dirnya sebagai orang Islam.
Islam sebagai peraturan hidup yang digariskan Allah SWT ditempatkan pada posisi teringgi, berdasarkan wahyu yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW untuk diikuti sesuai dengan petunjuknya, karena itu kehendak untuk mempelajari, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam haruslah melalui saluran terpercaya seperti Khulafa’ur Rosyidin, sahabat-sahabat yang lain dan generasi penerus perjuangan nabu berikutnya. Karena itu NU menggariskan wawasan keagamaan yang sangat prinsipil, yaitu untuk memahami al Qur’an dan as Sunnah sebagai sumber prnggalian pengetahuan tentang ajaran Islam ditempuhlah metode yangdapat dipertanggungjawabkan menurut dalil naqli (tekstual) dan dalil aqli (logika) yang benar. Sedangkan bagi warganya diperbolehkan memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam sebagaimana pendapat dan pemikiran para Ulama’ yang dapat dipertanggungjawabkan kemampuannya,
Aswaja sebagai haluan NU tidak saja menonjol pada wawasan dan pola pemikiran diatas, tetapi lebih mendasar dan berhubungan dengan semua ajaran Islam yang tidak terbatas pada ruang dan waktu. Hakekat faham Aswaja adalah ajaran Islam yang murni sebagaimana diajarkan dan diamalkan oleh Rosululloh SAW bersama para sahabat dan para generasi berikutnya yang meliputi:
1.Aqidah (yang berhubungan dengan keimanan).
2.Syari’ah (yang berhubungan dengan ibadah serta hukum-hukum Islam).
Sedangkan karakteristi (perwatakan) Aswaja merupakan karakteristik agama Islam itu sendiri, dan karakteristik agama Islam yang paling esensiil adalah:
1.Prinsip AT-TAWASUTH, mengambil jalan pertengahan, tidak Tathorruf (ekstrim) ke-kanan-kana-an atau ke-kiri-kiri-an yang diterapkan pada berbagai bidang antara lain: Aqidah, Syari’ah, Tasawuf/Akhlaq, Musyawaroh/pergaulan antar golongan, kehidupan berbegara, Kebudayaan, Dakwah dan bidang-bidang yang lain.
2.Sasaran Rohmatal lil Alamin, menyebarkan Rohmat Allah SWT ke seluruh alam.
B.ISTILAH ASWAJA
Ahlus Sunnah artinya orang-orang yang melaksanakan Sunnah Nabi Muhammad SAW secara murni.
Ahlul Jama’ah artinya orang-orang yang melaksanakan atau mengikuti ting\dakan-tindakan Jama’atus Shohabat.
Istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah bukan muncul dari para sahabat, Ulama’ muthohir atau bahkan dari para cendekiawan muslim namun berdasarkan sabda Rosululloh SAW dalam haditsnya yang berbunyi:
Artinya: “Umat Yahudi pecah menjadi 71 golongan, Umat Nasroni pecah menjadi 72 golongan dan umatku (ISlam) akan pecah menjadi 73 golongan yang selamat dari neraka adalah satum, sedangkan sisanya adalah celaka. Ditanyakan “Siapakah yang selamat itu”. Beliau menjawab:”Ahlus Sunnah wal Jama’ah”. Ditanyakan:”Apakah Ahlus Sunnah wal Jama’ahitu”. Beliau menjawab:” Apa yang erada diatanya sekarang bersama para sahabatku”.
Dua ilmu diatas bersumber pada al Qur’an dan al Hadis Nabi Muhammad SAW. Semula semuanya masih berpencar dalam surat-surat dan hadis-hadis nabi yang berbeda Rowinya, namun sekarang telah dikumpulkan dan ditata dengan rapi dan teratur. Khususnya ilmu Ushuluddin (Aqidah) dikumpulkan oleh dua orang  ulama’ besar yaitu:
1.Syekh Abu Hasan al Asy’ari (tahun 260-324 H)
2.Syekh Abu Mansur al Maturidi (Tahun 333 H)
Ahlus Sunnah wal Jama’ah berarti penganut Sunnah Nabi SAW dan kektetapan para sahabatnya yang berlaku pada zaman mereka, sebab sahabatlah yang bisa langsung dapat mengetahui perilaku Nabi SAW. Untuk itu bagi kita yang hidup di zaman sekarang dalam masalah Syari’ah /ibadah wajib mengikuti /taqlid kepada salah satu diantara madzhab empat , yaitu:
1.Madzhab Hanafi dengan menempatkan Imam Abu Hanifah sebagai panutan dalam aktifitas peribadatan secara syariyah, beliau lahir di Kuffah tahun 80 H.
2.Madzhab Maliki: menempatkan Imam Malik bin Annas yang lahir di Madinah tahun 90 H. sebagai panutan dalam aktifitas peribadatan secara syariyah
3.Madzhab Syafi’i: sebagai panutan dalam aktifitas peribadatan secara syariyah adalah Imam Muhammad bin Idris bin Syafi’i  yang lahir di Ghuzzah tahun 150 H.
4.Imam Hambali: Dipimpin oleh Imam Ahmad bin Hambal yang lahir di Bagdad thn. 164 H.
Taqlid secara bahasa artinya “mengikuti dan dalam istilah Syari’ah diartikan : mengikuti pendapat orang lain yang diyakini kebenarannya sesuai dengan al Qur’an dan al Hadits. Dan tingkatan Taqlid inilah yang menjadi mayoriyas Muslim di Indonesia bahkan banyak yang bertaqlid secara membuta-menuli. NU sebagai Jam’iyah Diniyah berupaya meniungkatkan kemampuan para Muqollidin melalui berbagai pendidikan yang ada di pesantren Madrasah yang mengajarkan berbagai ilmu agama sehingga menjadi Muqollid yang bukan ‘Ama (buta), serta menghindarkan dari perilaku talfiq (mengikuti pendapat dua orang atau lebih dalam satu masalah).
Pendapat Ulama’ tentang taqluid :
1.Ibnu Arobi mengatakan Taqlid tidaklah cukup bagi seseorang yang dikatakan mukmin, bahkan taqlid dalam bidang keimanan dikatakan kafir.
2.Imam Sabusi mengatakan taqlid cukup di dalam keimanan seseorang namun termasuk maksiat bertaqlid bagi orang pemikir (Kitab Kifayah halaman 17)
Kita sebagai warga Nahdlatul Ulama’ dalam masalah-masalah syari’at cukuplah bertaqlid kepada salah satu dari ke empat madzab tersebut, ketika tidak ada kemampuan bagi kita untuk berijtihad sendiri,karena bagaimanapun syarat ijtihad yang ada cukup ketat dan berat. Karenanya kemudahan bagi kita yang kurang memiliki kemampuan adalah dengan mengikuti ajaran atau amalan dari imam yang kita yakini kebenarannya, dan apabila ini kita fahami, dengan kita menentukan sebuah pilihan kepada siapa kita berkiblat, itu merupakan langkah ijtihad, jadi bisa juga kita mengatakan telah berijtihad.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar