Rabu, 07 Desember 2016

Interaksi sel jurusan tadris biologi IAIN Tulungagung

BAB I
PENDAHULUAN
Pada Bab I  ini diuraikan a) Latar Belakang, b) Rumusan Masalah, c) Tujuan Penulisan, yang dipaparkan di bawah ini.

Latar Belakang
Sel merupakan unit terkecil dari organisme. Sel tidak akan mampu bekerja dan membentuk sebuah jaringan bila tidak ada koordinasi antara satu dengan yang lain. Miliaran sel penyusun setiap makhluk hidup harus berkomunikasi untuk mengkoordinasikan aktivitasnya sedemikian rupa sehingga memungkinkan organisme itu berkembang. mulai dari sel yang berkomunikasi terbentuk jaringan kemudian organ dan system yang menjalankan organisme untuk hidup
Dalam kehidupan makhluk hidup baik uniseluler atau multiseluler akan berinteraksi dengan lingkungannya untuk mempertahankan kehidupannya. Sinyal-sinyal antar sel jauh lebih sederhana dari pada bentuk-bentuk pesan yang biasanya dirubaholeh manusia. Sinyal yang diterima sel, yang berasal dari sel lain atau dari beberapa perubahan pada lingkungan fisik organisme, bermacam-macam bentuknya. Misalnya, sel dapat mengindra dan merespon sinyal elektromagnetik, seperti cahaya, dan sinyal mekanis, seperti sentuhan. Akan tetapi sel-sel paling sering berkomunikasi satu sama lain dengan menggunakan sinyal kimiawi.
Kajian persinyalan sel membantu untuk menjawab sejumlah pertanyaan penting dalam biologis dan kedokteran, mulai dari perkembangan embriologis hingga kerja hormone untuk perkembangan kanker dan jenis penyakit lain.

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah disajikan sebagai berikut.
Bagaimana Interaksi Kimiawi?
Bagaimana interaksi fisik?


TujuanPenulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan maka tujuan penulisan pada makalah ini sebagai berikut.
Untuk Menjelaskan Interaksi Kimiawi
Untuk Menjelaskan interaksi fisik



















BAB II
PEMBAHASAN
Pada Bab II  ini diuraikan Interaksi kimiawi dan Interaksi fisik

INTERAKSI KIMIAWI
SINYAL KIMIAWI ANTAR SEL

Evolusi organisme multiseluler sangat bergantung pada kemampuan sel-sel untuk saling berkomunikasi. Komunikasi antar diperlukan untuk mengatur pengembangan dan pengorganisasiannya menjadi jaringan, mengawasi pertumbuhan dan pembelahannya dan mengkoordinasikan aktivitasnya. Biasanya kepentingan dan kerumitan komunikasi antara sel dalam hewan tingkat tinggi menunjukkan bahwa sebagian besar dari gen organisme ini sangat besar pengaruhnya terhadap proses tersebut.

Sel-sel dapat berkomunikasi melalui 3 cara:
Dengan melepaskan bahan-bahan kimia yang akan memberikan sinyal kepada sel-sel lain yang berada jauh letaknya.
Dengan mengadakan kontak langsung melalui molekul-molekul khusus pada membran akan memberikan sinyal pada sel di dekatnya.
Dengan membentuk gap junction, sehingga terjadi hubungan sitoplasma dari kedua sel yang berkomunikasi tersebut,
Komunikasi yang menggunakan bahan kimia sebagai pembawa pesan, dapat dikelompokkan atas dasar cara penyampaiannya dalam:
Sinyal kimia yang berfungsi sebagai mediator kimiawi setempat.
Sinyal kimia yang memerlukan pengangkutan melalui peredaran darah, oleh karena sel sasarannya cukup jauh jaraknya.
Sinyal kimia yang dilepaskan oleh ujung tonjolan sel saraf (axon) kepada sasarannya (otot atau saraf) yang berjarak sangat dekat.

Mediator dapat berbentuk molekul-molekul protein, sehingga untuk dapat diterima pesannya oleh sel sasarannya maka perlu adanya reseptor khusus yang berada di membran sel. Untuk mediator yang berupa molekul steroid tidak terdapat kesulitan untuk menyampaikan pesannya karena steroid dengan mudah melalui dwi-lapis lipid dari membran sel, sehingga tidak diperlukan reseptor khusus pada permukaan sel sasaran. Sebaliknya bahan steroid menemui kesulitan dalam pengangkutan dalam darah karena tidak larut dalam air, sehingga untuk mengangkut steroid diperlukan protein pengangkutan.
Mediator setempat
Sejumlah molekul mediator yang dihasilkan sel tertentu berfungsi memberikan sinyal-sinyal khusus kepada sel-sel sasaran yang berada di sekitarnya, sehingga untuk mencapai sel-sel sasaran tidak memerlukan pengangkutan khusus. Mediator yang digolongkan dalam kategori ini, biasanya tidak stabil, lekas rusak dan secara cepat diterima oleh sel sasarannya.
Apabila mediator tersebut diterima oleh sel sasaran yang berada di sekitarnya, maka sistem tersebut dinamakan parakrin, tetapi apabila sel penghasil mediator juga berperan sebagai sel sasaran, maka dinamakan otokrin.
Kepentingan mediator ini sangat luas, karena tergantung pada beberapa sel, yaitu tergantung pada jenis sel-sel penghasil, jenis mediatornya juga dilepaskan dan sel-sel sasarannya. Masing-masing faktor dapat berbeda satu sama lain.
Dalam bidang imunologi saja, dikenal begitu banyak mediator dalam sistem komunikasinya, sehingga digunakan istilah khusus, yaitu sitokin. Begitu banyak mediator yang termasuk dalam sitokin, sehingga dapat dikelompokkan berdasarkan sel penghasilnya, sebagai:
Monokin, apabila bahan tersebut dihasilkan oleh sel makrofag atau monosit.
Limfokin, apabila bahan tersebut dihasilkan oleh limfosit.
Faktor pertumbuhan, apabila bahan yang dihasilkan memberikan pengaruh pertumbuhan terhadap sel lain, dan dihasilkan oleh berbagai sel, mulai dari sel epidermis, fibroblas, trombosit dan lainnya.
Lain-lain mediator, seperti misalnya prostaglandin, endotelin, histamin dan sebagainya.
Efek dari masing-masing mediator selain tergantung pada jenis mediatornya sendiri juga tergantung pada kemampuan sel sasaran untuk bereaksi terhadap sinyal yang diterimanya.
Endokrin
Mediator yang bekerja pada sistem endokrin disebut hormon. Berbeda dengan sel saraf, setiap jenis sel endokrin melepaskan berbagai jenis hormon yang berbeda dan menunjukkan kekhasan tingkah laku sel sasarannya. Hal ini tergantung pada jenis hormonnya dan fungsi reseptor pada sel sasarannya.
Sistem endokrin menggunakan beraneka ragam hormon untuk mengatur aktivitas sel-sel sasaran yang berbeda dan masing-masing dengan cara yang khas. Sebaliknya kecepatan, ketepatan penyampaian sinyal pada sistem saraf tergantung banyak pada faktor-faktor anatomis.
Berdasarkan kelarutannya, hormon dibedakan dalam hormon polipeptid yang larut dalam air, dan hormon steroid yang tidak larut dalam air. Perbedaan kelarutan ini menentukan dalam proses penyampaian pesan kepada sel sasarannya. Oleh karena hormon polipeptid tidak dapat melintasi membran sel sasaran, maka diperlukan reseptor khusus agar pesan yang dibawa dapat sampai pada sasarannya. Sebaliknya hormon steroid tidak memerlukan reseptor pada membran sel, melainkan terdapat dalam sitoplasma.
-Hormon polipeptid atau protein
Hormon polipeptid merupakan pembawa pesan pertama (first messenger), maka setelah terjadi ikatan antara molekul hormon dan reseptor pada membran sel, pesan tersebut diteruskan melalui pembawa pesan kedua (second messenger). Pembawa pesan kedua ini bekerja dalam sel yang akan mengubah tingkah lakunya sebagai sel sasaran. Misalnya hormon TSH (thyroid stimulating hormone) yang dihasilkan oleh kelenjar hipofise akan mengubah sasarannya (sel kelenjar tiroid) untuk menghasilkan hormon tiroid. Tentu saja hormon tiroid itu mempunyai sel sasarannya sendiri. Demikian pula epinefrin sebagai hormon atau neurotransmitter setelah mengikat reseptornya pada membran sel otot kerangka dapat mengubah tingkah lakunya dalam bentuk mendorong pemecahan glikogen dan menghambat sintesis glikogen.
Terdapat 2 cara umum agar reseptor pada membran sel sasaran dapat membangkitkan sinyal intraseluler.
Enzim pada membran sel sasaran diaktivasi ataupun dihambat aktivitasnya. Enzim yang berperan dalam proses ini, yaitu adenilil siklase yang mengubah ATP menjadi cAMP (cyclic AMP). Pada kasus lain enzim pada membran akan mengaktifkan kinase yang akan menyebabkan fosforilasi protein dalam sel. Misalnya EGF (epidermal growth factor) terikat oleh reseptornya (kinase protein) akan memindahkan gugus fosfat dari ATP ke gugus tirosin pada protein dalam sel. Dalam hal ini ATP bertindak sebagai pembawa pesan kedua.
Reseptor permukaan akan membuka atau menutup pintu gerbang ion dalam membran sel. Proses ini akan membangkitkan sinyal intraseluler melalui dua cara.
Menyebabkan pemasukan ion sekelumit dan selintas yang akan mengubah voltase kedua sisi membran.
Menyebabkan pemasukan ion dalam jumlah besar ke dalam sitosol yang pada gilirannya akan terjadi respons intraseluler.
Dalam kasus ini ion Ca++ bertindak sebagai pembawa pesan kedua. Namun masih ada mekanisme lain untuk menyampaikan pesan tanpa memerlukan pembawa pesan kedua. Setelah terjadi ikatan antara reseptor dan hormon protein, terjadi proses endositosis oleh sel sasaran tersebut, namun untuk meneruskan pesannya terdapat mekanisme khusus agar hormon yang terlepas dari gelembung endosom dapat masuk ke dalam sitosol.
Sebenarnya reseptor untuk hormon-hormon protein yang berada pada membran sel sasaran bertindak sebagai transduser dengan cara mengatur enzim atau pembukaan gerbang ion.
-Hormon steroid
Semua hormon steroid disintesis dari kolesterol. Molekul hormon steroid selain bersifat hidrofobik biasanya mempunyai BM sangat rendah, yaitu sekitar 300 dalton, sehingga untuk melintasi membran sel sasarannya hanya dengan cara difusi sederhana saja. Setelah sampai di dalam sel, setiap jenis hormon steroid akan terikat erat tetapi reversibel dengan protein reseptornya. Terikatnya protein reseptor dengan hormon tersebut menyebabkan perubahan alosterik dalam konformasinya sehingga meningkatkan kemampuannya mengikat DNA. Karena ikatan reseptor-hormon dapat melalui lubang-lubang pada selubung inti, maka peningkatan afinitas kepada DNA menyebabkan terjadinya timbunan kompleks reseptor-hormon dalam inti.
Untuk hormon tiroid yang juga bersifat hidrofobik, terdapat sedikit perbedaan dalam penyampaian pesan. Reseptor hormon tiroid tidak terdapat dalam sitoplasma sel sasarannya, melainkan terdapat dalam intinya, sehingga ikatan hormon dengan reseptornya berlangsung dalam inti.
Sebuah sel sasaran yang khas memiliki reseptor steroid sejumlah 10.000 molekul yang masing-masing akan terikat oleh hormonnya. Apabila kadar hormon cukup tinggi, maka sebagian besar reseptornya akan terikat, tetapi sebaliknya apabila kadarnya menurun terjadilah perubahan keseimbangan sehingga molekul hormon akan melepaskan diri dari reseptornya dan reseptor yang bebas akan kembali diinternalisasi ke sitoplasma.
Reseptor yang terikat oleh hormonnya akan mengatur transkripsi  DNA pada gen tertentu agar dimulai perubahan perilaku sel sesuai dengan pesannya. Pengaruh pesan hormon tidak selalu langsung karena biasanya dalam sel sasaran hanya sedikit gen yang dapat dipengaruhi langsung oleh hormon steroid. Pada banyak kasus, respons terhadap hormon steroid berlangsung dalam 2 tahap. Induksi langsung untuk transkripsi beberapa gen khusus dinamakan respons primer. Hasil transkripsi ini yang berbentuk protein pada gilirannya akan mengaktifkan gen-gen lain sehingga berlangsunglah respons sekunder yang lebih lambat. Respons sekunder ini merupakan amplifikasi dari efek hormon yang semula.
Respons terhadap hormon steroid, seperti respons terhadap hormon pada umumnya, sangat ditentukan pleh jenis sel sasarannya dan hormonnya sendiri. Pada dasarnya, pengamatan ini mempunyai dua kemungkinan penjelasannya. Pertama: sel-sel yang berbeda memiliki reseptor yang berbeda untuk hormon yang berbeda. Kedua: reseptor pada sel sasaran tidak berbeda, namun gen yang diaktivasi oleh kompleks hormon-reseptor berbeda, sehingga responsnya berbeda pula. Bukti-bukti yang diperoleh para peneliti lebih mendukung kemungkinan berbeda. Hal ini berarti bahwa khromatin dari setiap jenis sel disusun demikian rupa sehingga menampilkan gen yang cocok untuk diatur oleh kompleks reseptor-hormon.

NEUROTRANSMITTER DAN SINAPSIS
Cara sederhana sebuah neuron dalam meneruskan sinyal yang dipancarkan ke neuron lain yaitu melalui penggandengan kedua bagian sel tersebut dengan perantara gap junction yang telah dibahas di depan. Sinapsis listrik antara neuron tersebut ditemukan pada beberapa tempat dari sistem saraf pada sejumlah spesies termasuk vertebrata. Sinapsis jenis ini mempunyai keuntungan bahwa transmisi impuls tidak mengalami keterlambatan. Sebaliknya sinapsis kimiawi mempunyai fungsi beraneka ragam dengan berbagai kemungkinan kualitasnya. Jenis sinapsis kimiawi ini merupakan jenis sinapsis yang paling banyak dijumpai dalam hubungan sel-sel saraf.
Dasar mekanisme komunikasi kimiawi pada sinapsis tidak berbeda dengan komunikasi antar sel melalui hormon yang larut dalam air. Pada Kedua jenis komunikasi tersebut di mulai dengan pelepasan mediator melalui eksositosis oleh sebuah sel sebagai sumber mediator yang bertindak sebagai pembawa pesan pertama kemudian mediator tersebut akan terikat oleh reseptor yang terdapat pada sebuah atau lebih sel sasaran.
Pada sinapsis, pembawa pesan adalah neuro transmitter yang setelah dilepaskan akan berdifusi dalam suatu matriks yang jaraknya hanya beberapa nanometer saja, karena segera terdapat reseptor pada sel sasaran yang menangkapnya. Pada komunikasi sistem endokrin, sebaliknya hormon harus diangkut melalui darah sebelum dapat mencapai reseptor sel sasarannya. Walaupun terdapat perbedaan jarak antara sel penghasil mediator dan sel sasarannya namun hal tersebut bukanlah merupakan perbedaan yang mendasar. Bahkan kadang-kadang mediator yang sama dapat bertindak sebagai NT atau hormon, misalnya epinefrin dan angiotensin. Kedudukan sistem saraf dan sistem endokrin tidak jauh berbeda, lebih-lebih dengan diketemukannya beberapa jenis sel saraf tertentu yang dapat menghasilkan hormon. Dalam hal ini dikatakan bahwa sel saraf mampu melangsungkan neuro sekresi.
Walaupun antara kedua sistem yaitu sistem endokrin dan sistem saraf terdapat beberapa persamaan namun terdapat kekhasan dalam efek pesan yang dibawa oleh mediatornya. Sinyal NT sebagai mediator akan mengubah membran sel sasarannya dalam potensial sehingga dalam sinapsis sinyal kimiawi harus diubah menjadi sinyal listrik. Pelepasan NT pada ujung akson sebagai ujung presinapsis haruslah berkaitan dengan kedatangan impuls di daerah ujung akson tersebut. Selanjutnya NT yang dilepaskan akan terikat oleh reseptor pada membran sel sasaran yang selanjutnya akan membangkitkan perubahan voltase pada membran post-sinopsis tersebut.
Tergantung pada reseptor yang terdapat pada membran post-sinopsis tersebut, efek yang ditimbulkan oleh NT dapat berbeda. Efek dapat cepat timbul dan selintas atau lambat timbulnya dan dalam tempo cukup lama. Apabila reseptor berperilaku seperti gerbang ion, maka NT akan membangkitkan secara cepat dan selintas. Reseptor jenis tersebut sudah dibahas dan terdapat pada kebanyakan sinapsis. Tetapi beberapa NT dapat bertindak sebagai hormon atau mediator kimia setempat, sehingga mekanismenya melalui aktivasi adenilil siklase yang menghasilkan produksi cAMP yang bertindak sebagai pembawa pesan kedua.
Sinapsis dapat bekerja dalam dua skala waktu yang berbeda, pada satu pihak sinapsis melangsungkan transmisi sinyal secara cepat, pada pihak lain sinapsis bertindak sebagai tempat sinyal listrik untuk memberikan perubahan saraf dalam waktu lama. Bahkan dianggap bahwa perubahan yang berlangsung lama ini merupakan dasar seluler dan proses belajar dan mengingat-ingat. Dalam kedua peristiwa tersebut gerbang saluran dalam membran berperan sangat besar.
Sinapsis yang merupakan perangkat untuk meneruskan impuls dari satu sel ke sel lain dapat ditemui pada hubungan antara sel saraf dan sel saraf atau antara sel saraf dengan sel otot. Hubungan antara sel saraf dan sel otot kerangka dinamakan "neuromuscular junction", merupakan sinapsis yang paling dipahami oleh para ahli. Sedang salah satu sebab kurangnya dipahami sinapsis pada jaringan saraf karena sulitnya orang melakukan percobaan-percobaan pada sebuah sinapsis saraf yang terdapat dalam simpang siurnya anyaman saraf dalam jaringan otak yang begitu padat.
Sel otot kerangka vertebrata seperti halnya sel-sel saraf dapat dirangsang dengan listrik, sedang penghubung neuromuscular merupakan model yang telah terbukti sebagai sinapsis kimiawi pada umumnya. Setelah saraf motorik bersama dengan otot kerangka yang dipersarafi dibebaskan dari jaringan sekitarnya dan sementara itu selalu di jaga kondisi faalinya, maka pada sel otot dan saraf dapat dipasang mikroelektrode. Oleh karena sel otot lebih besar diameternya 100 mikron maka dapat dipasang mikro elektrode intraseluler tetapi pada saraf cukup dipasang ekstraseluler. Cara-cara penelitian ini dilakukan sejak lebih dari 40 tahun yang lalu. Sebenarnya 60 tahun yang lalu telah terungkap bahwa dengan memberikan rangsangan listrik pada saraf motorik, pada ujung saraf akson akan dilepaskan asetilkolin yang pada gilirannya mediator tersebut akan merangsang otot kerangka untuk berkontraksi sebagai responnya.
Bagaimana menjelaskan proses transmisi yang diawali dengan rangsangan listrik dan diakhiri dengan kontraksi otot tersebut? Rangsangan listrik melalui elektrode yang dipasang pada serabut saraf akson akan membangkitkan impuls yang merambat sepanjang akson sampai ke ujungnya. Perambatan impuls berlangsung dengan mekanisme pembukaan dan penutupan gerbang saluran ion Na+. Impuls yang tiba pada ujung akson yaitu tempat beradanya penghubung neuromuskuler, akan membuka gerbang saluran ion Ca++ yang diatur oleh perubahan voltase listrik. Dengan terbukanya gerbang saluran ion Ca++ tersebut, masuklah ion Ca++ kedalam ujung akson yang pada gilirannya berlangsung pelepasan asetilkolin dengan mekanisme eksositosis.
Pentingnya peran pemasukan ion Ca++ dalam proses transmisi melalui sinapsis di ujung akson didukung oleh 2 hasil pengamatan sebagai bukti, yaitu:
apabila di sekitar sinapsis tidak tersedia ion Ca++, tepatnya dekat ujung akson, tidak akan terjadi pelepasan neurotransmitter.
Apabila kedalam ujung akson disuntikkan ion Ca++, maka neurotransmitter akan dilepaskan walaupun tidak ada rangsangan listrik pada akson.
Pembukaan gerbang saluran Ca++ sebagai respons terhadap depolarisasi membran sangat mirip dengan pembukaan gerbang ion Na+. Antara kedua cara pembukaan tersebut terungkap adanya dua perbedaan penting, yaitu pertama: gerbang saluran untuk ion Ca++ hanya khusus untuk Ca++, tidak seperti gerbang lain dan kedua: terbukanya gerbang berlangsung selama ada depolarisasi, karena tidak segera diinaktivasi. Gerbang saluran ion Ca++ pada kebanyakan akson terbatas keberadaannya pada membran presinapsis, walau kadang-kadang terdapat sangat sedikit. Walaupun ion Ca++ yang masuk sangat sedikit namun mempunyai efek yang penting. Pemasukan ion Ca++ setelah terbukanya gerbang saluran disebabkan perbedaan kadar ion Ca++ yang tajam antara kadar ekstraseluler (10-3M) dan kadar ion Ca++ bebas dalam sitosol di ujung akson (10-7M). Dengan masuknya ion Ca++ kedalam sitosol tersebut akan mengakibatkan naiknya kadar ion Ca++, tetapi hanya dalam waktu singkat. Ion Ca++ bebas dengan cepat terikat oleh protein pengikat, diambil oleh gelembung-gelembung khusus dan mitokondria, sehingga kadar ion Ca++ dalam sitosol menurun kembali.
Pada saat kadar ion Ca++ dalam sitosol ujung akson meningkat, gelembung-gelembung sinapsis yang berisi neurotransmitter dekat membran presinapsis akan menempel pada membrannya yang dilanjutkan dengan pelepasan isinya ke dalam celah sinapsis. Jumlah gelembung yang melepaskan isinya semakin bertambah sejalan dengan meningkatnya kadar ion Ca++.
Neurotransmitter (asetilkolin) yang berada dalam celah sinapsis akan bertindak sebagai pembawa pesan pertama yang akan terikat oleh reseptor yang berada pada membran pasca sinapsis, dan selanjutnya terjadi depolarisasi membran yang berlangsung dengan terbangkitnya kontraksi otot sebagai respons. Dengan demikian membran pascasinapsis atau sarkolema bertindak sebagai transduser yang akan mengubah sinyal kimiawi menjadi sinyal lisik. Perubahan ini diraih melalui ikatan gerbang saluran ion dengan neurotransmitter tersebut. Dengan terbukanya gerbang ion terjadilah perubahan kadar ion di luar dan di dalam membran pasca sinapsis yang akan mengubah muatan listrik sebagai depolarisasi.
Jika sel pasca-sinapsis diatur secara ketat oleh pola sinyal yang dikirim oleh sel pra-sinapsis, eksitasi pasca-sinapsis pasti dihentikan apabila sel pre-sinapsis telah diam. Keadaan demikian dapat di capai pada penghubung neuromuskuler dengan cara membersihkan celah sinapsis dari asetilkolin. Pembersihan asetilkolin dapat dilakukan melalui dua mekanisme: pertama: asetilkolin menyebar ke sekitarnya dengan dengan cara difusi secara cepat. Kedua: asetilkolin di hidrolisis menjadi asetat dan kolin oleh enzim asetilkolin esterase dengan cepat. Enzim ini dihasilkan oleh sel otot.

JENIS SINAPSIS
Penghubung neuromuskuler merupakan model sinapsis kimiawi yang mempunyai sifat-sifat:
Neurotransmitter yang dilepaskan dengan cara eksositosis melalui membran pre-sinapsis berlangsung setelah masuknya ion Ca++.
Neurotransmitter yang dilepaskan dalam celah sinapsis akan menyebar yang kemudian terikat oleh reseptornya pada membran pasca-sinapsis.
Pengakhiran transmisi berlangsung cepat setelah neurotransmitter dibersihkan dari celah sinapsis.
Masih banyak lagi jenis neurotransmitter selain asetilkolin. Berdasarkan ukuran molekulnya, neurotransmitter dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu, pertama molekul berukuran kecil seperti asetilkolin dan berbagai monoamin dan asam amino tertentu dan kedua sebagai neuropeptid.
Pendapat lama menyatakan bahwa setiap sel saraf melepaskan hanya satu jenis neurotransmitter saja namun kini terdapat pandangan lain yang menimbulkan silang pendapat. Agaknya pada sejumlah sinapsis dapat dijelaskan sejenis neuropeptid bersama neurotransmitter lain.
Respons sel sasaran yang berbeda tidak semata-mata tergantung pada neurotransmiter yang akan mengikat reseptor pasca sinapsis. Telah diketahui bahwa reseptor untuk asetilkolin pada membran otot kerangka merupakan gerbang saluran kation sehingga asetilkolin akan menyebabkan depolarisasi membran sehingga terbangkit impuls. Maka dikatakan bahwa reseptor tersebut memperantai suatu efek eksitasi, sehingga sinopsis jenis tersebut termasuk sinapsis eksitasi. Beberapa reseptor lainnya seperti misalnya untuk neurotransmitter asam amino = γ - aminobutyric acid (GABA), menyebabkan efek menghambat dengan cara menstabilkan membran terhadap pengaruh eksitasi listrik. Reseptor GABA seperti juga reseptor untuk asetilkolin merupakan saluran ion tetapi berbeda pilihan ionnya. Reseptor GABA memperantai gerbang saluran yang hanya dilalui oleh ion-ion negatif kecil terutama Cl- dan bukan ion positif. Kadar ion Cl- di luar membran jauh lebih tinggi daripada di dalam membran sehingga pada saat gerbang saluran terbuka, maka masuknya ion Cl- ke dalam sitosol akan menimbulkan hiperpolarisasi sehingga tidak mungkin terjadi depolarisasi. Sinapsis yang memiliki reseptor pasca membran demikian digolongkan dalam sinapsis penghambat.
Pola mekanisme respon pasca sinapsis selain diperantarai oleh reseptor yang terikat dengan gerbang saluran ion seperti dibahas di atas dapat juga melalui pembawa pesan kedua cAMP. Cara terakhir ini misalnya berlaku untuk reseptor neurotransmitter: norepinephrin dan dopamine. Seperti telah dibahas pada sistem endokrin, maka peningkatan cAMP karena aktivitas enzim adenilil siklase akan menyebabkan aktivitas enzim kinase yang selanjutnya terjadi rangkaian reaksi yang berakhir dalam perubahan tingkah laku sel sasaran sebagaimana dimaksud oleh pesan yang dibawa oleh hormon. Demikian pula hanya pada sel pasca sinapsis dapat timbul efek, baik bersifat eksitasi maupun hambatan, seperti halnya apabila mekanisme diperantarai oleh saluran ion.

INTERAKSI FISIK
Sel mempunyai sekurang-kurangnya dua cara untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Cara pertama adalah interaksi fisik. Cara ini sangat umum ada pada sel-sel yang menyusun tubuh organisme multiseluler. Pada tubuh organisme multiselular ini terdapat sekian juta sel yang masing-masing selalu berada ditempatnya, kecuali sel-sel darah. Sel-sel epitel penyusun lapisan epitel saluran pencernaan makanan harus dapat tetap bertahan ditempatnya meskipun setiap saat selalu terjadi aliran “bubur” makanan melaluinya. Begitu pula dengan sel-sel endothelium dari system sirkulasi dan sel-sel penyusun berbagai organ yang lain. Setiap sel tersebut diikatkan kesel yang lain atau ke substratnya melalui struktur yang disebut “junction”.
Terdapat berbagai junction yang mengikat sel yaitu hemidesmosom, focal contact, desmosome (maculae adherens), tight junction, gap junction dan plasmodesmata. Pada mamalia berbagai bentuk junction dapat ditemukan bersama-sama pada epitel usus. Tigh junction terletak pada bagian paling aspeks dari sel, adheren junction terletak lebih kebawah dan desmosome terletak  paling bawah pada irisan sel epitel usus.
Interaksi fisik antar sel yang difasilitasi oleh berbagai junction mempunyai beberapa fungsi. Setiap bentuk interaksi fisik memfasilitasi fungsi tertentu. Terdapat empat fungsi interaksi fisik yaitu untuk melekatkan sel dengan substrat, untuk melekatkan sel dengan sel, untuk membatasi ruang antar sel, dan untuk memfasilitasi lalulintas materi antar sel.
Perlekatan sel dengan substrat

Perlekatan sel dengan subtract difasilitasi oleh molekul-molekul protein membrane tertentu. Telah diketahui adanya beberapa macam protein membrane yang terlibat dalam pembentukan ikatan ini yaitu integrin. Integrin adalah suatu kelompok protein integral. Protein ini tersusun atas dua polipeptida membrane (heterodimer) yaitu rantai α dan rantai β. Rantai α maupun β mempunyai bagian ekstra sel yang sangat panjang. Pada molekul ligand. Bagian dari molekul integrin yang tertanam pada membrane relative pendek dan bagian sitoplasmik bahkan lebih pendek lagi (40-50 asam amino). Pada bagian sitoplasmik ini terdapat tempat perlekatan dengan sitoskeleton.
Substrat untuk perlekatan sel (ligand) bisa berupa matriks extra sel dan dapat pula plastic atau gelas seperti yang biasa dipakai sebagai wadah untuk memelihara sel dalam kondisi invite. Beberapa matriks ekstra sel diantaranya adalah fibronektin, laminin dan kolagen.
Molekul-molekul protein ekstra sel pada umumnya memiliki sekuens yang tersusun atas asam amino arginine-glisin asam asparatat (RGD). Sekuens ini adalah tempat perlekatan molekul protein ekstrasel dengan integrin. Sementara itu pada entegrin tersebut RGD binding site. Tripeptida RGD terdapat juga pada fibronektin, laminin, kolagen dan kondisi in vitro yang melekat lebih erat pada subtract yang dilapisi fibronektin dan laminin menjadi dapat dijelaskan. Hal ini juga diperkuat oleh kenyataan bahwa apabila kedalam medium kultur ditambahkan molekul protein lain yang mempunyai sekuens RGD maka sel akan cenderung gagal untuk melekat dengan substrat.
Hemidesmosom adalah salah satu bentuk ikatan antara sel dengan substrat y difasilitasi oleh integrin. Hemidesmosom mengikatkan sel dengan substrat yang matriks ekstra sel yang berbenrtuk jaringan ikat. Ikatan semacam ini banyak terjadi pada bagian dasar jaringan epitel yang melekat pada membrane basal. Hemidesmosom tersusun atas suatu plak protein yang berada dibagian sitoplasmik yang dilngkapi dengan filament-filamen dari kelompok filament intermediet. Pada umumnya filament yang turut menyusun hemidesmosom adalah keratin. Filament-filamen ini memberikan kekuatan pada sel untuk menahan tekanan. Pada bagian dalam sel, filament keratin menjulur kesitoplasma, dan pada bagian luar sel filament ini berhubungan dengan matriks ekstrasel melalui molekul integrin α6β4.
Hemidesmosom penting untuk mempertahankan ikatan antara jaringan epitel dengan membrane dibawahnya. Kegagalan kerja hemidesmosom dapat menimbulkan suatu penyakit, misalnya bullous pemphigoid. Penyakit ini merupakan penyakit autoimun. Dalam hal ini penderita menghasilkan antibody terhadap antigen bullous pemphigoid yang terdapat pada plak hemidesmosom ikatan antara antibody dan antigen ini menyebabkan ikatan antara jaringan epitel kulit dibagian bawah dan membrane basa menjadi lemah. Sebagai akibatnya kulit menjadi melepuh karena terisi oleh cairan ekstra sel.
Focal contact merupakan bentuk lain dari struktur yang mengakibatkan sel dengan substrat. Focal contact ditemukan pada sel-sel yang dipelihara dalam kondisi in vitro. Beberapa waktu setelah supensi sel diteteskan kedalam cawan, sel-sel akan mulai menempel pada permukaan cawan yang menjadi substratnya. Penempelan ini akan dilanjutkan dengan pembentukan juluran-juluran sel. Dengan terbentuknya juluran yang semakin panjang perlekatan sel dengan substrat menjadi semakin kuat. Sel selanjutnya akan memipih dan melebar (spreading) diatas permukaan substrat.
Membrane sel yang melekat pada substrat banyak mengandung integrin (biasanya integrin α5β1). Integrin-integrin ini meningkatkan substrata tau materi ekstrasel yang melapisi substrat dengan sitoskileton. Struktur ini yang disebut focal contact atau focal adhesion. Berbeda dengan hemidesmosom, sitoskileton yang terlibat dalam struktur focal contact adalah mikrofilamen (filament aktin). Struktur seperti ini berkaitan dengan perilaku sel itu sendiri. Proses perlekatan dengan substrat dan “spreading sel melibatkan perubahan organisasi sitoskileton dan protein-protein membrane. Pada saat membrane sel mulai menempel pada substrat, protein-protein integrin dan mikrofilamen akan menyusun diri membentuk focal contact ditempat membrane menempel pada substrat. Pembentukanjuluran sel melibatkan selain penyusun focal contact dibagian “ujung” juluran, juga pengorganisasian mikrofilamen yang terikat pada protein integrin.

Perlekatan sel dengan sel

Dewasa ini diketahui bahwa perlekatan antara sel dengan sel melibatkan empat kelompok protein membrane yang berbeda. Molekul-molekul protein tersebut adalah: (1) selectin, (2) beberapa macam molekul dari kelompok besar imunoglobin (IgSF), (3) beberapa macam molekul dari kelompok integrin dan (4) cadherin. Model ikatan antar sel yang difasilitasi oleh molekul-molekul tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.
Selectin merupakan kelompok glikoprotein integral membrane. Molekul ini dapat mengenali dan berikatan dengan gugus-gugus karbohidrat membrane yang tertentu. Bagian terbesar dari molekul selectin terjulur keruang ekstra sel, bagian yang lain tertanan pada membrane, dan bagian yang terjulur kedalam sitoplasma merupakan bagian yang kecil (pendek). Pada ujung bagian (domain) yang terjulur keruang ekstrasel terdapat tempat perlekatan antara selectin dengan gugus karbohidrat dari glikoprotein membrane terdapat tiga macam selectin berdasarkan jenis sel dimana selectin tersebut ditemukan E-selectin terdapat pada sel-sel endothelium, P-selectin terdapat pada trombosit dan endothelium dan L-selectin terdapat pada leukosit.
IgSF terutama bertanggungjawab pada interaksi antara limfosit dengan makrofag. Sel-sel target imun, atau sel-sel limfosit lain. Beberapa molekul IgSF juga terlibat dalam interaksi antara sel saraf embrional dengan sel-sel otot, pada proses integrasi sel-sel pialneural untguk membentuk ganglion-ganglion saraf simpatis, pembentukan ikatan antara sel-sel saraf dengan jaringan ikat disekitarnya, dan pembentukan sinapsis. Seperti halnya selectin, bagian terbesar molekul ini terjulur keruang ekstrasel. Ikatan antara molekul IgSF dengan IgSF atau molekul lain dari sel yang bersebelahan terbentuk pada ujung domain ekstrasel (ujung amina).
Chaderin merupakan kelompok besar glikoprotein yang memfasilitasi ikatan antar sel yang memerlukan ion-ion kalsium. Jenis-jenis chaderin dikenali dari pada sel apa molekul ini berbeda. Dalam hubungan ini diketahui ada E-cadherin (pada sel epitel), N-chaderin (pada sel saraf), dan P-cahderin (pada plasenta). Moleekul chadrin terdiri atas bagian ekstra sel yang besar, tersusun atas domain, bagian transmembran, dan bagian sitoplasmik. Pada domain ujung dari bagian ekstrasel terdapat tempat pelekatan untuk ion-ion kalsium.
Chaderin mengikatkan sel yang satu dengan sel yang lain melalui ikatan antar chaderin sejenis yang terdapat pada permukaan dua sel. Bentuk ikatan tersebut menyebabkan sel-sel hanya dapat berikatan dengan sel-sel lain yang sejenis. Keuntungan dari bentuk ikatan ini adalah dalam pembentukan jaringan. Dalam satu jaringan akan hanya dapat satu jenis sel saja, sehingga jaringan tersebut menjadi lebih kompak.
Pada proses perkembangan embrio, dimana terjadi berbagai perubahan, termasuk diferensi sel dengan jaringan, terjadi juga perubahan ekspresi gen yang mengendalikan sintesis chaderin. Sebagai akibatnya selama proses perkembangan terjadi perubahan tipe chaderin yang dimiliki oleh sel-sel yang juga sedang berkembang. sel-sel yang kemudian memiliki tipe chaderin yang sama akan saling berikatan membentuk jaringan.
Adheren junction (zonula adheren) ditemukan pada berbagai tempat ditubuh. Pada jaringan epitel usus ikatan ini membentuk suatu zona yang melingkar (belt) dibagian dekat apeks sel dan melekatkan sel-sel yang bersebelahan. Pada adheren junction membrane plasma dari kedua sel yang bersebelahan dipisahkan oleh celah selebar 20-35nm tempat molekul-molekul chaderin berikatan dengan bantuan ion-ion kalsium

Pada bagian sitoplasmik chaderin terdapat suatu plak protein. Ujung sitoplasmik chaderin berikatan dengan mikrofilamen melalui protein sitoplasmik catenin.
Desmosome (maculae adheren) ditemukan pada berbagai jaringan terutama jaringan epitel. Desmosome berbentuk lingkaran (diskus). Membrane plasma dari dua desmosome yang berdekatan terpisah sekitar 20-35 nm, dan celah ini terisi materi ekstra sel yang kental. Pada bagian sitoplasmik terdapat plak tempat tertanamnya filament-filamen intermediet. Filament-filamen ini memanjang hingga mencapai plak dari desmosome pada membrane sel disisi yang berseberangan. Rentangan filament intermediet pada desmosome memberikan kekuatan pada sel terhadap tarikan dan rentangan. Pada bagian membrane terdapat molekul-molekul dari kelompok chaderin (desmoglein dan desmocollin) yang menghubungkan sistokeleton dengan materi ekstrasel dan pada daerah ekstrasel terdapat empat domain utama dari molekul-molekul chaderin. Domain terutama chaderin terbenam dalam materi ekstrasel yang menyerupai lem tersebut.

Pertautan ini disebut juga desmosome atau pertautan penambat. Pertautan ini paling banyak dijumpai di jaringan-jaringan yang banyak mendapatkan tekanan mekanis kuat, seperti jaringan otot jantung, epiteluim kulit, dan leher Rahim. Desmosome merupakan tipe hubungan yang fungsi utamanya adalah untuk melekatkan (adhesi) antara sel yang satu dengan sel yang lainnya. Ada 3 bentuk desmosome, yakni belt desmosome, spot desmosome, dan hemi desmosome.
Belt desmosome
Belt desmosome lebih dikenal dengan desmosome pending. Pada setiap sel, didaerah desmosome pending terdapat pita berkas filament aktin yang mengelilingi sel tepat dibawah membrane plasma dan pertautan sumbat (tight junction). Berkas filament aktin ini berhubungan dengan jarring-jaring terminal (terminal web), yang juga terdiri dari filamin aktin. Dari jarring-jaring ini juga keluar berkas filament aktin kearah mikrovili. Selain itu berkas filament aktin juga berikatan dengan protein pengikat intrasel yang berikatan dengan glikoprotein membrane. Dengan demikian sel-sel jaringan epitelium akan saling berikatan dengan erat.
Spot desmosome
Spot desmosome disebut juga desmosome bercak. Desmosome ini berbentuk kancing baju dan merupakan titik persentuhan antara dua buah sel yang bersebelahan. Kedua membrane saling bersinggungan, tetapi masih tetap ada jarak sekitar 30 nm. Pengamatan dengan mikrograf electron, tampak adanya filament berukuran sakitar 10 nm, keluar dari permukaan membrane sitoplasmik. Filament ini disebut tonofilamenyang berperan sebagai penyangga, dan berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya. Ruang antar sel didaerah desmosome berisi cairan yang berfungsi sebagai perekat, dan disebut sebagai sentral stratum. Keeping sitoplasma dari kedua sel yang berdampingan dihubungkan oleh transmembran penghubung lewat sentral stratum. Adanya ikatan tersebut menyebabkan tekanan yang dialami oleh sebuah sel di dalam jaringan epitelium dapat diteruskan kesel lainnya.
Hemidesmosom
Hemidesmosom hanya merupakan setengah desmosome saja. Pertautan ini tidak menambatkan membrane plasma dari sel-sel yang berdampingan, tetapi merekatkan permukaan basal sel epitelium ke lamina basal atau matriks ekstrasel.

Membatasi ruang antar sel
Tight junction disebut juga pertautan penyumbat atau pertautan rapat. Dibagian tertentu dari membrane yang berdampingan mengadakan fusi. Pertautan ini ada dua bentuk. Pertama, bentuk sumbat terdiri atas sederetan protein transmembran yang saling berikatan dari yang berdampingan. Kedua, di tempat pertautan belahan ekstrasitoplasmik membrane dari dua sel yang bersebelahan bersatu membentuk lembaran sinambung. Dipusat pertautan, fosfolipid belahan ekstrasitoplasmik membentuk misel. Misel ini dapat dengan protein atau tidak dengan protein. Pertautan sumbat antara sel-sel epitelium mencegah perpindahan molekul protein integral dan zat-zat kimia yang berada disebelah-menyebelah lapisan epitelium.
(Gambar  A Junctional Complex

 


Tigh junction pada umumnya ditemukan pada bagian apeks sel. junction ini mengikatkan dua membrane sel yang berdasarkan dengan meningkatkan pola tertentu pada permukaan sitoplasmik membrane. Pengamatan dengan mikroskop electron menunjukkan adanya lingkaran-lingkaran yang saling berhubungan seperti anyaman jala. Pola seperti jala ini diakibatkan oleh tigh junction yang tersusun berderet sedemikian rupa . bagian dari dua mmembran yang tidak terikat membentuk ruang antar membrane. Biasanya ruangan-ruangan ini terisi molekul-molekul yang terlarut didalam cairan ekstrasel.
Tigh junction dibentuk oleh protein integral membrane yang disebut occluding. Protein-protein including dari kedua membrane yang berdekatan bertemu pada ruang antar membrane. Ikatan antara molekul-molekul occluding ini sedemikian erat sehingga sangat sukar untuk ditembus oleh air dan zat-zat yang terlarut didalamnya. Kondisi seperti ini menyebabkan celah sel menjadi tidak permeable.
Gambar (Tigh Junction Proteins)


 Tigh junction (a) foto dari mikroskop electron irisan bagian apeks sel epitel yang menunjukkan adanya tigh junction (TJ) yang mengikatkan dua membrane sel yang bersebelahan, (b) pola seperti jala yang terlihat dari permukaan sitoplasmik membrane sel sebagai akibat tata letak tight junction pada membrane sel tersebut, (c) model struktur tight junction yang menunjukkan perletakan antar protein integral pada interval dan dengan pola tertentu.
Semakin luas jala yang dibentuk oleh tight junction menyebabkan ikatan antara dua sel menjadi semakin kuat dan ruang anatar sel menjadi semakin tertutup bagi lalu lintas materi. Secara keseluruhan tight junction yang terdapat diantara dua sel membentuk suatu barrier bagi jaringan itu. Tight junction yang mengikat sel-sel endothelium dari kapilar darah diotak misalnya, menjadi barrier antara darah dan jaringan saraf otak yang mencegah masuknya berbagai senyawa atau molekul yang berbahaya. Meskipun demikian, pada kasus peradangan jaringan sel-sel imun ternyata dapat menembus barrier yang dibentuk oleh tight junction. Nampaknya untuk dapat menembus barrier itu sel-sel imun mengeluarkan sinyal yang dapat membuka ikatan antar occluding untuk sementara. Setelah sel-sel imun lewat occluding dari kedua membrane tersebut akan berikatan kembali.

Memfasilitasi lalulintas materi
Pertautan ini disebut juga sebagai pertautan penghubung. Dengan pertautan ini dimungkinkan lewatnya zat-zat kimia tertentu atau isyarat elektrik dari sel yang satu ke sel tetangganya. Pada mikograf electron hasil tehnik pengelupasan beku terlihat bahwa gap junction berbentuk diskus, dengan diameter saluran bervariasi, yang terlebar 1ᴫm. dalam gap junction dapat dilihat adanya zaroh-zaroh homogeny berukuran 6-8 nm berbentuk bangunan heksagonal. Pusat heksagon merupakan saluran sempit dengan diameter 2 nm. Jarak antara pusat heksagon yang satu ke yang lain berkisar antara 9-19 nm. Unit heksagonal ini disebut konekson, tersusun dari 6 buah protein, yang masing-masing disebut koneksin.
Gambar  Gap Junction


Permeabilitas gap junction dipengaruhi oleh ion Ca²+ didalam sel. Bila kadar ion Ca²+ didalam sel tinggi, hubungan antar sel pada gap junction tertutup, dan akan membuka kembali bila kadar ion Ca²+ kembali kekeadaan normal. Diduga ion Ca²+ mengubah susunan molekul-molekul koneksin pada konekson.
Gap junction berperan sebagai perekat antar sel, dan sebagai penghubung langsung antar sel. Pertautan ini berperan sebagai jalan permeabilitas dari berbagai jenis molekul antara sel-sel yang bersebelahan. Molekul-molekul dengan BM sampai 1.000 dalton dapat dengan mudah melewatinya. Hal ini memungkinkan penyebaran ion-ion, gula, asam amino, nukleotida, vitamin, hormone, dan sebagainya.
Pada tumbuhan hubungan seperti ini dilakukan lewat saluran-saluran terbuka yang diameternya antara 20-40 nm, yang disebut plasmodesmata. Ditengah-tengah plasmodesmata terdapat saluran lagi yang lebih sempit disebut desmotubula, yang merupakan kelanjutan dari reticulum endoplasma. Disekeliling desmotubula terdapat sitosol dari sel-sel yang berdampingan.

Terdapat dua bentuk interaksi fisik antar sel yang sekaligus memfasillitasi pertukaran materi antar sel. Pada sel hewan terdapat gap junction dan pada sel tumbuhan terdapat plasmodesmata.
Gap junction mengikat dua membrane sel yang bersebelahan melalui iktan antar subunit connexin, suatu protein integral membrane yang lain. Satu gap junction tersusun atas enam subunit connexin yang membentuk suatu kompleks pori (connexon). Dibagian tengah kompleks terdapat saluran halus hidrofil (annulus) yang menghubungkan sitoplasma kedua sel yang bersebelahan. Jarak antara kedua membrane pada tempat ini hanya ± 3nm.
 (a) model struktur gap junction yang menghubungkan dua membrane sel yang bersebelahan, (b) foto dengan mikroskop electron yang menunjukkan dua membrane sel yang dihubungkan oleh gap junction.
Selama proses pembentukan gap junction connexon dari sel yang bersebelahan saling mendekat dan berikatan melalui domain ekstraselnya. Segera setelah berikatan, connexon membentuk saluran yang utuh. Connexon biasanya berkumpul didaerah tertentu pada membrane membentuk suatu plak gap junction.
Struktur annulus yang dibentuk oleh gap junction sangat mendukung fungsinya dalam lalulintas materi antar sel. Materi-materi yang dapat dipertukarkan adalah materi-materi yang berukuran cukup kecil (tidak lebih dari 1000 dalton), diantaranya adalah berbagai ion, asam amino, beberapa koenzim, beberapa enzim fosfatase, ATP, dan beberapa metabolic lainnya.
Plasmodesmata merupakan junction yang hanya ditemukan pada sel tumbuhan junction ini menghubungkan sebagian besar sel tumbuhan. Plasmodesmata berupa saluran silindris menembus dinding sel yang menghubungkan sitoplasma dari dua sel yang bersebelahan. Saluran sitoplasma ini mempunyai diameter 30 sampai 60 nm dan dibatasi oleh membrane sel. Biasanya pada bagian tengah saluran terdapat batang padat yang disebut desmotubul. Batang ini merupakan deprival dan reticulum endoplasma halus dari kedua sel.

Gambar Adhesi antara leukosit dan sel endotel



BAGAIMANA BEKERJANYA PEMBAWA PESAN KEDUA?
Reseptor yang di aktivasi oleh ikatan dengan hormonnya tidak mengaktivasi adenilil siklase secara langsung, oleh karena masih melibatkan protein lain pada membran. Protein tersebut adalah GTP "binding protein'' atau disebut pula sebagai protein G. Protein G terdiri atas 3 sub unit yaitu sub unit α (paling besar), β, dan γ.
Dalam keadaan istirahat protein G mengikat GDP (guanosine diphosphate) melalui sub unit α di permukaan dalam membran sel. Apabila reseptor mengikat hormon yang dapat mengaktifkan, maka protein G bergeser mendekat reseptor sehingga terjadi ikatan. Interaksi ini menyebabkan protein G melepaskan GDP dan diganti oleh molekul GTP (guanosine triphosphate) yang lebih banyak terdapat dalam sitoplasma. Ikatan GTP ini mengaktivasi sub unit α dari protein G. Sub unit α yang aktif tersebut melepaskan diri dari sub unit yang lain dan berpindah untuk berikatan dengan sebuah efektor (dalam hal ini adalah adenilil siklase) yang juga berada dalam membran sel. Biasanya sesudah beberapa detik sub unit α menghidrolisis GTP menjadi GDP dengan katalisator enzim GTP-ase.
Sub-unit yang sekarang terikat oleh GDP menjadi inaktif kembali dan akan melepaskan diri dari efektor adenilil siklase untuk bergabung kembali dengan sub unit yang lain. Adenilil siklase yang diaktifkan akan mengubah ATP menjadi cAMP yang dalam hal ini bertindak sebagai pembawa pesan kedua.
cAMP sebagai mediator intraseluler mengatur reaksi-reaksi dalam sel-sel prokariotik dan eukariotik. Walaupun demikian cAMP tidak diperlukan dalam proses pembelahan sel, mediator tersebut berefek pada sel-sel hewan melalui aktivasi enzim yang terdapat dalam sitoplasma yang disebut "cAMP dependent protein kinase",artinya enzim kinase tergantung pada cAMP. Enzim kinase ini merupakan katalisator dalam pemindahan gugus fosfat dan ATP ke protein lain pada gugus serin atau treonin-nya. Akibatnya protein yang baru mengalami fosforilasi ini akan menjadi aktif.
Dalam sel terdapat begitu banyak enzim kinase namun hanya sebagian kecil yang dapat diaktifkan oleh cAMP. Sebagian kinase lain diaktifkan oleh ion Ca++ atau cGMP. Perubahan tingkah laku sel setelah mendapatkan isyarat atau pesan melalui hormon tergantung pada kegiatan setelah terjadi aktivasi protein G diikuti dengan rangkaian reaksi fosforilasi yang membentuk kaskade dan berakhir dengan perubahan tingkah laku sel sesuai dengan pesan hormon yang bersangkutan, misalnya otot kerangka mendapat rangsangan hormon epinefrin akan menyebabkan rangkaian reaksi yang berakhir dengan pemecahan glikogen yang diikuti glikolisis.
Efek protein G dapat berbeda dengan apa yang telah dibahas di atas. Sebagai contoh dapat diambil serabut serabut otot jantung yang mendapat sinyal norepinefrin melalui reseptornya, setelah terjadi rangkaian reaksi yang melibatkan protein G, adenilil siklase, cAMP, kinase akan terjadi kontraksi otot jantung. Namun apabila hormon asetilkolin yang membawa pesan pertama akan terjadi sebaliknya yaitu hambatan kontraksi otot. Pada proses terakhir ini asetilkolin akan mengaktifkan reseptor yang sama yaitu reseptor untuk norepinefrin dan melibatkan juga protein G. Dalam hal ini yang menentukan efek terhadap perilaku sel, yaitu protein efektornya, apabila reseptornya sama. Efektor dalam membran sel selain adenilil siklase dapat berbentuk fosfolipase C, saluran untuk K+, saluran untuk Ca++ dan cAMP fosfodiesterase.
Kembali pada masalah hambatan kontraksi otot oleh rangsangan asetilkolin protein G yang melepaskan sub unit α yang aktif oleh GTP akan bergeser mendekati saluran untuk ion K+ sehingga saluran yang semula tertutup akan menjadi terbuka untuk mengalirkan ion K+ yang mengakibatkan hambatan kontraksi otot jantung. Hambatan kontraksi ini terjadi pula oleh bersatunya kembali sub unit α dengan sub unit lain sehingga tidak terjadi aktivasi adenilil siklase sebagai efektor lain.
Terdapat bukti-bukti kuat bahwa ion Ca++ sebagaimana cAMP, merupakan regulator intraseluler sehingga disebut pula sebagai pembawa pesan kedua untuk molekul sinyal tertentu. Jelaslah bahwa ion Ca++ mempunyai peran begitu penting karena ion ini terlibat pada beraneka ragam proses seperti pengaturan kontraksi otot, sekresi hormon, enzim pencernaan dan neurotransmitter, pengangkutan garam dan air untuk melintasi epitel usus dan pengaturan metabolisme glikogen dalam hati.
Kalau klasifikasi pada tulang dan gigi melibatkan penimbunan garam kapur dalam jumlah sangat besar, maka dalam melaksanakan fungsi sebagai pembawa pesan intraseluler justru melibatkan arus ion Ca++ dalam kadar sangat rendah. Dalam kadar tinggi, ion Ca++ bahkan akan merusak sel.
Sebuah sel memiliki seperangkat mekanisme untuk mengatur kadar ion Ca++ dalam sel. Mekanisme tersebut terutama bekerja untuk mengatur gerakan ion Ca++ melewati 3 membran yaitu membran plasma yang membatasi sel, membran mitokondria sebelah dalam dan membran yang membatasi ruangan untuk persediaan ion Ca++. Ion Ca++ disimpan dalam sarcoplasmic reticulum yang terdapat dalam sel otot atau dalam kalsisom yang terdapat dalam sel-sel yang bukan otot. Walaupun kadar Ca++ dalam sel tetap, namun arus Ca++ yang melintasi membran plasma tidak tetap.
Kini telah menjadi lebih jelas bahwa perputaran ion Ca++ melewati membran plasma merupakan bagian dari rangkaian proses yang diperlukan untuk membangkitkan respon yang terpelihara oleh sel terhadap rangsangan dari sekitarnya. Respons yang terpelihara tersebut perlu seperti misalnya dalam bentuk sekresi insulin atau kontraksi otot polos yang terus-menerus dalam dinding pembuluh darah. Perangai respons tersebut sangat berbeda dengan kontraksi otot kerangka yang merupakan respons yang bersifat selintas.
Kepekaan sebuah sel terhadap perubahan sangat kecil dari kadar ion Ca++ mencerminkan begitu rendahnya kadar ion Ca++ dalam (10-7M). Biasanya kadar ion Ca++ di sekitar sel 10.000 lebih besar daripada di dalam sel. Untuk mempertahankan perbedaan kadar ion Ca++ di dalam dan di luar tersebut, membran plasma mengandalkan dua hal, yaitu permeabilitas yang rendah untuk ion Ca++ dan "pompa" yang mendorong ke luar sel ion Ca++ tersebut.
Pandangan lama terhadap kalsium sebagai pembawa pesan intraseluler menyatakan bahwa kalsium berpengaruh langsung. Pandangan tersebut menganggap bahwa Apabila ada rangsangan hormon atau neurotransmitter terjadilah kenaikan kadar ion Ca++ dalam sitosol. Kenaikan kadar ion Ca++ tersebut karena terbukanya pintu gerbang ion Ca++ pada membran plasma atau pelepasan ion Ca++ dari ruang sarcoplasmic reticulum otot atau dari kalsisom. Kenaikan kadar ion Ca++ dalam sitosol akan menyebabkan terjadinya ikatan ion Ca++ dengan protein dalam sitosol, misalnya dengan kalmodulin. Senyawa kalsium protein tersebut kemudian berinteraksi dengan protein-protein lain untuk mengubah fungsinya. Apabila kadar ion Ca++ turun kembali, maka ion Ca++ akan melepaskan diri dari protein reseptor kalmodulin sehingga keadaan kembali ke sistem semula.
Peristiwa yang diuraikan diatas tersebut sebenarnya berlaku pada peristiwa respon sel yang selintas seperti misalnya kontraksinya otot kerangka dan jantung dan sekresi neurotransmitter oleh ujung-ujung akson. Pada setiap peristiwa tersebut kenaikan kadar ion Ca++ dalam sitosol akan mengawali respons dan penurunan kadar ion Ca++ akan mengakhiri respons.
Dari percobaan kelompok Kojima yang memberikan rangsangan kepada sel-sel kelenjar adrenal dengan angiotensin II, terungkaplah bahwa selain terjadi peningkatan Ca++ selintas dalam sitosol juga terjadi peningkatan arus ion Ca++ ke dalam sel yang berlanjut. Penemuan ini memberikan petunjuk bahwa sebenarnya terjadi peningkatan arus keluar masuk ion Ca++ melintasi membran plasma.
Setelah diungkapkan adanya peningkatan arus perputaran ion Ca++ dan mekanisme yang mendasari maka Rasmussen dan kawan-kawannya menjajaki apakah justru peningkatan arus perputaran itu sendiri yang bertindak sebagai pembawa pesan selama respons sel yang berlanjut. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa perangsangan sel-sel kelenjar adrenal dengan angiotensin II membangkitkan respons sekresi aldosteron yang berlanjut. Dugaan Rasmussen didasarkan pada kenyataan bahwa peningkatan perputaran arus ion Ca++ bukan meningkatkan kadar ion Ca++ dalam sitosol, melainkan kenaikan kadar ion Ca++ terjadi di daerah dibawah membran sel atau sub membran.
Ternyata peningkatan perputaran ion Ca++ pada membran bukan satu-satunya persyaratan untuk terjadinya respons yang berlanjut melainkan masih diperlukan adanya transducer pada membran untuk membaca pesan ion Ca++. Kini transduser tersebut telah dapat diidentifikasi, dan salah satunya adalah kinase C protein (PKC) yang kebetulan sama dengan enzim yang mengatur pemompaan ion Ca++. Kenaikan kadar ion Ca++ di bawah membran sel akan mengaktifkan PKC yang selanjutnya terjadi rangkaian reaksi fosforilasi berbagai protein yang berakhir dengan respons yang berlanjut.
Dalam peristiwa sekresi aldosteron oleh sel-sel kelenjar adrenal setelah mendapatkan rangsangan hormon angiotensin II, terjadilah dua peristiwa yang bertahap. Tahap pertama terjadi peningkatan kadar ion Ca++ selintas yang akan mengaktifkan kinase untuk mengawali respons kemudian disusul dengan tahap kedua yang melibatkan peningkatan kadar ion Ca++ di bawah membran sel yang berlanjut dan diaktivasi PKC sehingga berakhir sebagai respons berlanjut.






































BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Interaksi kimiawi sel Evolusi organisme multiseluler sangat bergantung pada kemampuan sel-sel untuk saling berkomunikasi. Komunikasi antar diperlukan untuk mengatur pengembangan dan pengorganisasiannya menjadi jaringan, mengawasi pertumbuhan dan pembelahannya dan mengkoordinasikan aktivitasnya. Biasanya kepentingan dan kerumitan komunikasi antara sel dalam hewan tingkat tinggi menunjukkan bahwa sebagian besar dari gen organisme ini sangat besar pengaruhnya terhadap proses tersebut.
Interaksi fisik Sel mempunyai sekurang-kurangnya dua cara untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Cara pertama adalah interaksi fisik. Cara ini sangat umum ada pada sel-sel yang menyusun tubuh organisme multiseluler. Pada tubuh organisme multiselular ini terdapat sekian juta sel yang masing-masing selalu berada ditempatnya, kecuali sel-sel darah. Sel-sel epitel penyusun lapisan epitel saluran pencernaan makanan harus dapat tetap bertahan ditempatnya meskipun setiap saat selalu terjadi aliran “bubur” makanan melaluinya. Begitu pula dengan sel-sel endothelium dari system sirkulasi dan sel-sel penyusun berbagai organ yang lain. Setiap sel tersebut diikatkan kesel yang lain atau ke substratnya melalui struktur yang disebut “junction”.
Terdapat berbagai junction yang mengikat sel yaitu hemidesmosom, focal contact, desmosome (maculae adherens), tight junction, gap junction dan plasmodesmata. Pada mamalia berbagai bentuk junction dapat ditemukan bersama-sama pada epitel usus. Tigh junction terletak pada bagian paling aspeks dari sel, adheren junction terletak lebih kebawah dan desmosome terletak  paling bawah pada irisan sel epitel usus.





DAFTAR PUSTAKA

Cooper, Geoffrey M. dan Hausmen, Robert E. 2007. The Cell: A Molecular Approach. (USE: ASM Press, 2007)

Subowo. 1995. Biologi Sel. Bandung : SalembaTeknika

Istanti, Anni, dkk., 1999. Biologi Sel. Malang: JICA

Selasa, 06 Desember 2016

Video Kenangan Kelas 12 MA Abdulloh Mojo Kab. Kediri

Barcelona Vs Real Madrid 3 Desember 2016

Aswaja



Para ulama’ sepakat mendirikan Nahdlatul Ulama’ sebagai jam’iyah atau organisasi karena memiliki wawasan keagamaan yang sama dengan prespektif perjuangan Islam menuju ‘izzul Islam wal Muslimin yaitu Ahlussunnah wal Jama’ah.
Wawasan itu bertitik tolak pada:
1. NU didirikan untuk meningkatkan kwalitas pribadi Muslim sehingga mampu menyesuaikan dirinya dengan ajaran Islam dan mampu mengembangkannya hungga terwujud peranan Islam dan Muslim sebagai rohmatal lil’alamin.
2. Sikap dan periilaku terhadap agama merupakan cara memandang, memahami, menghayati, mngamalkan dan menempatkan dirnya sebagai orang Islam.
Islam sebagai peraturan hidup yang digariskan Allah SWT ditempatkan pada posisi teringgi, berdasarkan wahyu yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW untuk diikuti sesuai dengan petunjuknya, karena itu kehendak untuk mempelajari, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam haruslah melalui saluran terpercaya seperti Khulafa’ur Rosyidin, sahabat-sahabat yang lain dan generasi penerus perjuangan nabu berikutnya. Karena itu NU menggariskan wawasan keagamaan yang sangat prinsipil, yaitu untuk memahami al Qur’an dan as Sunnah sebagai sumber prnggalian pengetahuan tentang ajaran Islam ditempuhlah metode yangdapat dipertanggungjawabkan menurut dalil naqli (tekstual) dan dalil aqli (logika) yang benar. Sedangkan bagi warganya diperbolehkan memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam sebagaimana pendapat dan pemikiran para Ulama’ yang dapat dipertanggungjawabkan kemampuannya,
Aswaja sebagai haluan NU tidak saja menonjol pada wawasan dan pola pemikiran diatas, tetapi lebih mendasar dan berhubungan dengan semua ajaran Islam yang tidak terbatas pada ruang dan waktu. Hakekat faham Aswaja adalah ajaran Islam yang murni sebagaimana diajarkan dan diamalkan oleh Rosululloh SAW bersama para sahabat dan para generasi berikutnya yang meliputi:
1.Aqidah (yang berhubungan dengan keimanan).
2.Syari’ah (yang berhubungan dengan ibadah serta hukum-hukum Islam).
Sedangkan karakteristi (perwatakan) Aswaja merupakan karakteristik agama Islam itu sendiri, dan karakteristik agama Islam yang paling esensiil adalah:
1.Prinsip AT-TAWASUTH, mengambil jalan pertengahan, tidak Tathorruf (ekstrim) ke-kanan-kana-an atau ke-kiri-kiri-an yang diterapkan pada berbagai bidang antara lain: Aqidah, Syari’ah, Tasawuf/Akhlaq, Musyawaroh/pergaulan antar golongan, kehidupan berbegara, Kebudayaan, Dakwah dan bidang-bidang yang lain.
2.Sasaran Rohmatal lil Alamin, menyebarkan Rohmat Allah SWT ke seluruh alam.
B.ISTILAH ASWAJA
Ahlus Sunnah artinya orang-orang yang melaksanakan Sunnah Nabi Muhammad SAW secara murni.
Ahlul Jama’ah artinya orang-orang yang melaksanakan atau mengikuti ting\dakan-tindakan Jama’atus Shohabat.
Istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah bukan muncul dari para sahabat, Ulama’ muthohir atau bahkan dari para cendekiawan muslim namun berdasarkan sabda Rosululloh SAW dalam haditsnya yang berbunyi:
Artinya: “Umat Yahudi pecah menjadi 71 golongan, Umat Nasroni pecah menjadi 72 golongan dan umatku (ISlam) akan pecah menjadi 73 golongan yang selamat dari neraka adalah satum, sedangkan sisanya adalah celaka. Ditanyakan “Siapakah yang selamat itu”. Beliau menjawab:”Ahlus Sunnah wal Jama’ah”. Ditanyakan:”Apakah Ahlus Sunnah wal Jama’ahitu”. Beliau menjawab:” Apa yang erada diatanya sekarang bersama para sahabatku”.
Dua ilmu diatas bersumber pada al Qur’an dan al Hadis Nabi Muhammad SAW. Semula semuanya masih berpencar dalam surat-surat dan hadis-hadis nabi yang berbeda Rowinya, namun sekarang telah dikumpulkan dan ditata dengan rapi dan teratur. Khususnya ilmu Ushuluddin (Aqidah) dikumpulkan oleh dua orang  ulama’ besar yaitu:
1.Syekh Abu Hasan al Asy’ari (tahun 260-324 H)
2.Syekh Abu Mansur al Maturidi (Tahun 333 H)
Ahlus Sunnah wal Jama’ah berarti penganut Sunnah Nabi SAW dan kektetapan para sahabatnya yang berlaku pada zaman mereka, sebab sahabatlah yang bisa langsung dapat mengetahui perilaku Nabi SAW. Untuk itu bagi kita yang hidup di zaman sekarang dalam masalah Syari’ah /ibadah wajib mengikuti /taqlid kepada salah satu diantara madzhab empat , yaitu:
1.Madzhab Hanafi dengan menempatkan Imam Abu Hanifah sebagai panutan dalam aktifitas peribadatan secara syariyah, beliau lahir di Kuffah tahun 80 H.
2.Madzhab Maliki: menempatkan Imam Malik bin Annas yang lahir di Madinah tahun 90 H. sebagai panutan dalam aktifitas peribadatan secara syariyah
3.Madzhab Syafi’i: sebagai panutan dalam aktifitas peribadatan secara syariyah adalah Imam Muhammad bin Idris bin Syafi’i  yang lahir di Ghuzzah tahun 150 H.
4.Imam Hambali: Dipimpin oleh Imam Ahmad bin Hambal yang lahir di Bagdad thn. 164 H.
Taqlid secara bahasa artinya “mengikuti dan dalam istilah Syari’ah diartikan : mengikuti pendapat orang lain yang diyakini kebenarannya sesuai dengan al Qur’an dan al Hadits. Dan tingkatan Taqlid inilah yang menjadi mayoriyas Muslim di Indonesia bahkan banyak yang bertaqlid secara membuta-menuli. NU sebagai Jam’iyah Diniyah berupaya meniungkatkan kemampuan para Muqollidin melalui berbagai pendidikan yang ada di pesantren Madrasah yang mengajarkan berbagai ilmu agama sehingga menjadi Muqollid yang bukan ‘Ama (buta), serta menghindarkan dari perilaku talfiq (mengikuti pendapat dua orang atau lebih dalam satu masalah).
Pendapat Ulama’ tentang taqluid :
1.Ibnu Arobi mengatakan Taqlid tidaklah cukup bagi seseorang yang dikatakan mukmin, bahkan taqlid dalam bidang keimanan dikatakan kafir.
2.Imam Sabusi mengatakan taqlid cukup di dalam keimanan seseorang namun termasuk maksiat bertaqlid bagi orang pemikir (Kitab Kifayah halaman 17)
Kita sebagai warga Nahdlatul Ulama’ dalam masalah-masalah syari’at cukuplah bertaqlid kepada salah satu dari ke empat madzab tersebut, ketika tidak ada kemampuan bagi kita untuk berijtihad sendiri,karena bagaimanapun syarat ijtihad yang ada cukup ketat dan berat. Karenanya kemudahan bagi kita yang kurang memiliki kemampuan adalah dengan mengikuti ajaran atau amalan dari imam yang kita yakini kebenarannya, dan apabila ini kita fahami, dengan kita menentukan sebuah pilihan kepada siapa kita berkiblat, itu merupakan langkah ijtihad, jadi bisa juga kita mengatakan telah berijtihad.